Selasa, 01 Desember 2015

GURU ; MOTIVATOR, PENELITI, DAN TELADAN



            GURU ; MOTIVATOR, PENELITI, DAN TELADAN

I.         Guru sebagai Motivator
Terlepas dari kompleksitas dalam kegiatan pemotivasian tersebut, dengan merujuk pada pemikiran Wina Senjaya (2008), di bawah ini dikemukakan beberapa petunjuk umum bagi guru dalam rangka meningkatkan motivasi belajar siswa:
1.         Memperjelas tujuan yang ingin dicapai.
       Tujuan yang jelas dapat membuat siswa paham ke arah mana ia ingin dibawa. Pemahaman siswa tentang tujuan pembelajaran dapat menumbuhkan minat siswa untuk belajar yang pada gilirannya dapat meningkatkan motivasi belajar mereka. Semakin jelas tujuan yang ingin dicapai, maka akan semakin kuat motivasi belajar siswa. Oleh sebab itu, sebelum proses pembelajaran dimulai hendaknya guru menjelaskan terlebih dulu tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal ini, para siswa pun seyogyanya dapat dilibatkan untuk bersama-sama merumuskan tujuan belajar beserta cara-cara untuk mencapainya.
2.         Membangkitkan minat siswa.
       Siswa akan terdorong untuk belajar manakala mereka memiliki minat untuk belajar. Oleh sebab itu, mengembangkan minat belajar siswa merupakan salah satu teknik dalam mengembangkan motivasi belajar. Beberapa cara dapat dilakukan untuk membangkitkan minat belajar siswa, diantaranya :
·           Hubungkan bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan kebutuhan siswa. Minat siswa akan tumbuh manakala ia dapat menangkap bahwa materi pelajaran itu berguna untuk kehidupannya. Dengan demikian guru perlu enjelaskan keterkaitan materi pelajaran dengan kebutuhan siswa.
·           Sesuaikan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman dan kemampuan siswa. Materi pelaaran yang terlalu sulit untuk dipelajari atau materi pelajaran yang jauh dari pengalaman siswa, akan tidak diminati oleh siswa. Materi pelajaran yang terlalu sulit tidak akan dapat diikuti dengan baik, yang dapat menimbulkan siswa akan gagal mencapai hasil yang optimal; dan kegagalan itu dapat membunuh minat siswa untuk belajar. Biasanya minat siswa akan tumbuh kalau ia mendapatkan kesuksesan dalam belajar.
·           Gunakan berbagai model dan strategi pembelajaran secara bervariasi, misalnya diskusi, kerja kelompok, eksperimen, demonstrasi, dan lain-lain.
3.       Ciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar.
Siswa hanya mungkin dapat belajar dengan baik manakala ada dalam suasana yang menyenangkan, merasa aman, bebas dari rasa takut. Usahakan agar kelas selamanya dalam suasana hidup dan segar, terbebas dari rasa tegang. Untuk itu guru sekali-sekali dapat melakukan hal-hal yang lucu.
4.       Berilah pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa.
Motivasi akan tumbuh manakala siswa merasa dihargai. Memberikanpujian yang wajar merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memberikan penghargaan. Pujian tidak selamanya harus dengan kata-kata. Pujian sebagain penghargaan dapat dilakukan dengan isyarat, misalnya senyuman dan anggukan yang wajar, atau mungkin dengan tatapan mata yang meyakinkan.
5.       Berikan penilaian.
Banyak siswa yang belajar karena ingin memperoleh nilai bagus. Untuk itu mereka belajar dengan giat. Bagi sebagian siswa nilai dapat menjadi motivasi yang kuat untuk belajar. Oleh karena itu, penilaian harus dilakukan dengan segera agar siswa secepat mungkin mengetahui hasil kerjanya. Penilaian harus dilakukan secara objektif sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing.
6.       Berilah komentar terhadap hasil pekerjaan siswa.
Siswa butuh penghargaan. Penghargaan bisa dilakukan dengan memberikan komentar positif. Setelah siswa selesai mengerjakan suatu tugas, sebaiknya berikan komentar secepatnya, misalnya dengan memberikan tulisan “bagus” atau “teruskan pekerjaanmu” dan lain sebagainya. Komentar yang positif dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
7.       Ciptakan persaingan dan kerja sama.
Persaingan yang sehat dapat memberikan pengaruh yang baik untuk keberhasilan proses pembelajaran siswa. Melalui persaingan siswa dimungkinkan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh hasil yang terbaik. Oleh sebab itu, guru harus mendesain pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk bersaing baik antara kelompok maupun antar-individu. Namun demikian, diakui persaingan tidak selamanya menguntungkan, terutama untuk siswa yang memang dirasakan tidak mampu untuk bersaing, oleh sebab itu pendekatan cooperative learning dapat dipertimbangkan untuk menciptakan persaingan antarkelompok.

II.           Guru sebagai Peneliti
Yang paling tepat dan mudah dilaksanakan adalah meneliti permasalahan yang muncul di sekolah. Dengan konsep berfikir ilmiah secara sederhana, banyak sekali masalah yang muncul dalam proses belajar mengajar di sekolah, pun problematika `kehidupan` di sekolah, yang bisa diangkat menjadi tema penelitian dan akan menghasilkan laporan yang bisa dinikmati oleh guru yang lain.
Penulis dua tahun belakangan ini berkunjung ke Souya, wilayah paling Utara Prefektur Hokkaido di Jepang, dan menyaksikan bagaimana penelitian antar guru berkembang di sana. Istilah yang mereka pakai adalah `kyouiku kenkyuu katsudou` yang berarti kegiatan penelitian pendidikan. Anggotanya adalah guru-guru SD, SMP dan SMA yang dibagi per kelompok berdasarkan jenjang sekolah. Pengelompokkan dilakukan per wilayah, dengan cara menempatkan sekolah yang berdekatan dalam satu kelompok atau blok. Pertemuan blok dilakukan sebulan sekali dan setiap semester dilakukan pertemuan sedistrik Souya.
Sebuah SD melakukan penelitian tentang pemanfaatan waktu oleh siswa di rumah, dan peranan keluarga dalam proses belajar siswa. Penelitian dilakukan dengan metode angket, berupa pertanyaan sederhana seperti : Apakah anak sarapan setiap pagi ? Apakah anak rutin mempraktekkan ucapan salam atau terima kasih di rumah ? Berapa jam anak menonton TV ? Siapa yang menjaga anak jika orang tua bekerja ? Pertanyaan-pertanyaan sederhana seperti itu bukan tidak bermakna apa-apa, bahkan dari jawaban orang tua, sekolah bisa menganalisa mengapa seorang anak terlambat dalam matematika, atau mengapa seorang anak selalu terlihat lesu ?
Apa yang penulis amati di Souya adalah implementasi konsep pendidikan yang menempatkan anak sebagai subyek sekaligus obyeknya. Bahwa kegiatan belajar mengajar di sekolah adalah untuk memacu tumbuh kembang badan, otak dan hati, dipahami secara baik oleh guru-guru di Souya sebagai konsep yang harus direncanakan, dipraktekkan, dan dievaluasi melalui kegiatan penelitian. Konsep `plan-do- check-action` (PDCA) adalah konsep yang tidak sekedar teori di Souya, tetapi sudah menjadi keseharian para guru.


III.        Guru Sebagai Teladan
Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang, apalagi ditolak. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang di sekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru : Sikap dasar, Bicara dan gaya bicara, Kebiasaan bekerja, Sikap melalui pengalaman dan kesalahan, Pakaian, Hubungan kemanusiaan, Proses berfikir, Perilaku neurotis, Selera, Keputusan, Kesehatan, Gaya hidup secara umum.Perilaku guru sangat mempengaruhi peserta didik, tetapi peserta didik harus berani mengembangkan gaya hidup pribadinya sendiri.
Guru yang baik adalah yang menyadari kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan apa yang ada pada dirinya, kemudian menyadari kesalahan ketika memang bersalah. Kesalahan harus diikuti dengan sikap merasa dan berusaha untuk tidak mengulanginya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar