GURU ; MOTIVATOR,
PENELITI, DAN TELADAN
I.
Guru sebagai Motivator
Terlepas dari kompleksitas dalam kegiatan pemotivasian
tersebut, dengan merujuk pada pemikiran Wina Senjaya (2008), di bawah ini
dikemukakan beberapa petunjuk umum bagi guru dalam rangka meningkatkan motivasi
belajar siswa:
1.
Memperjelas tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan yang jelas dapat membuat
siswa paham ke arah mana ia ingin dibawa. Pemahaman siswa tentang tujuan
pembelajaran dapat menumbuhkan minat siswa untuk belajar yang pada gilirannya
dapat meningkatkan motivasi belajar mereka. Semakin jelas tujuan yang ingin
dicapai, maka akan semakin kuat motivasi belajar siswa. Oleh sebab itu, sebelum
proses pembelajaran dimulai hendaknya guru menjelaskan terlebih dulu tujuan
yang ingin dicapai. Dalam hal ini, para siswa pun seyogyanya dapat dilibatkan
untuk bersama-sama merumuskan tujuan belajar beserta cara-cara untuk
mencapainya.
2.
Membangkitkan minat siswa.
Siswa akan terdorong untuk belajar manakala mereka memiliki
minat untuk belajar. Oleh sebab itu, mengembangkan minat belajar siswa
merupakan salah satu teknik dalam mengembangkan motivasi belajar. Beberapa cara
dapat dilakukan untuk membangkitkan minat belajar siswa, diantaranya :
·
Hubungkan bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan kebutuhan
siswa. Minat siswa akan tumbuh manakala ia dapat menangkap
bahwa materi pelajaran itu berguna untuk kehidupannya. Dengan demikian guru
perlu enjelaskan keterkaitan materi pelajaran dengan kebutuhan siswa.
·
Sesuaikan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman dan
kemampuan siswa. Materi pelaaran yang terlalu sulit untuk dipelajari atau
materi pelajaran yang jauh dari pengalaman siswa, akan tidak diminati oleh
siswa. Materi pelajaran yang terlalu sulit tidak akan dapat diikuti dengan
baik, yang dapat menimbulkan siswa akan gagal mencapai hasil yang optimal; dan
kegagalan itu dapat membunuh minat siswa untuk belajar. Biasanya minat siswa
akan tumbuh kalau ia mendapatkan kesuksesan dalam belajar.
·
Gunakan berbagai model dan strategi pembelajaran secara bervariasi,
misalnya diskusi, kerja kelompok, eksperimen, demonstrasi, dan lain-lain.
3. Ciptakan suasana yang menyenangkan
dalam belajar.
Siswa hanya mungkin dapat belajar dengan baik manakala ada
dalam suasana yang menyenangkan, merasa aman, bebas dari rasa takut. Usahakan
agar kelas selamanya dalam suasana hidup dan segar, terbebas dari rasa tegang.
Untuk itu guru sekali-sekali dapat melakukan hal-hal yang lucu.
4. Berilah pujian yang wajar terhadap
setiap keberhasilan siswa.
Motivasi akan tumbuh manakala siswa merasa dihargai.
Memberikanpujian yang wajar merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk memberikan penghargaan. Pujian tidak selamanya harus dengan kata-kata.
Pujian sebagain penghargaan dapat dilakukan dengan isyarat, misalnya senyuman
dan anggukan yang wajar, atau mungkin dengan tatapan mata yang meyakinkan.
5. Berikan penilaian.
Banyak siswa yang belajar karena ingin memperoleh nilai
bagus. Untuk itu mereka belajar dengan giat. Bagi sebagian siswa nilai dapat
menjadi motivasi yang kuat untuk belajar. Oleh karena itu, penilaian harus
dilakukan dengan segera agar siswa secepat mungkin mengetahui hasil kerjanya.
Penilaian harus dilakukan secara objektif sesuai dengan kemampuan siswa
masing-masing.
6. Berilah komentar terhadap hasil pekerjaan
siswa.
Siswa butuh penghargaan. Penghargaan bisa dilakukan dengan
memberikan komentar positif. Setelah siswa selesai mengerjakan suatu tugas,
sebaiknya berikan komentar secepatnya, misalnya dengan memberikan tulisan
“bagus” atau “teruskan pekerjaanmu” dan lain sebagainya. Komentar yang positif
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
7. Ciptakan persaingan dan kerja sama.
Persaingan yang sehat dapat memberikan pengaruh yang baik
untuk keberhasilan proses pembelajaran siswa. Melalui persaingan siswa
dimungkinkan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh hasil yang
terbaik. Oleh sebab itu, guru harus mendesain pembelajaran yang memungkinkan
siswa untuk bersaing baik antara kelompok maupun antar-individu. Namun
demikian, diakui persaingan tidak selamanya menguntungkan, terutama untuk siswa
yang memang dirasakan tidak mampu untuk bersaing, oleh sebab itu pendekatan
cooperative learning dapat dipertimbangkan untuk menciptakan persaingan
antarkelompok.
Yang paling tepat dan mudah
dilaksanakan adalah meneliti permasalahan yang muncul di sekolah. Dengan konsep
berfikir ilmiah secara sederhana, banyak sekali masalah yang muncul dalam
proses belajar mengajar di sekolah, pun problematika `kehidupan` di sekolah,
yang bisa diangkat menjadi tema penelitian dan akan menghasilkan laporan yang
bisa dinikmati oleh guru yang lain.
Penulis dua tahun belakangan ini
berkunjung ke Souya, wilayah paling Utara Prefektur Hokkaido di Jepang, dan
menyaksikan bagaimana penelitian antar guru berkembang di sana. Istilah yang
mereka pakai adalah `kyouiku kenkyuu katsudou` yang berarti kegiatan penelitian
pendidikan. Anggotanya adalah guru-guru SD, SMP dan SMA yang dibagi per
kelompok berdasarkan jenjang sekolah. Pengelompokkan dilakukan per wilayah,
dengan cara menempatkan sekolah yang berdekatan dalam satu kelompok atau blok.
Pertemuan blok dilakukan sebulan sekali dan setiap semester dilakukan pertemuan
sedistrik Souya.
Sebuah SD melakukan penelitian
tentang pemanfaatan waktu oleh siswa di rumah, dan peranan keluarga dalam
proses belajar siswa. Penelitian dilakukan dengan metode angket, berupa
pertanyaan sederhana seperti : Apakah anak sarapan setiap pagi ? Apakah anak
rutin mempraktekkan ucapan salam atau terima kasih di rumah ? Berapa jam anak
menonton TV ? Siapa yang menjaga anak jika orang tua bekerja ?
Pertanyaan-pertanyaan sederhana seperti itu bukan tidak bermakna apa-apa, bahkan
dari jawaban orang tua, sekolah bisa menganalisa mengapa seorang anak terlambat
dalam matematika, atau mengapa seorang anak selalu terlihat lesu ?
Apa yang penulis amati di Souya
adalah implementasi konsep pendidikan yang menempatkan anak sebagai subyek sekaligus
obyeknya. Bahwa kegiatan belajar mengajar di sekolah adalah untuk memacu tumbuh
kembang badan, otak dan hati, dipahami secara baik oleh guru-guru di Souya
sebagai konsep yang harus direncanakan, dipraktekkan, dan dievaluasi melalui
kegiatan penelitian. Konsep `plan-do- check-action` (PDCA) adalah
konsep yang tidak sekedar teori di Souya, tetapi sudah menjadi keseharian para
guru.
Guru merupakan model atau teladan
bagi para peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru.
Terdapat kecenderungan yang besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah
untuk ditentang, apalagi ditolak. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa
yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang di sekitar
lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Ada beberapa hal
yang harus diperhatikan oleh guru : Sikap dasar, Bicara dan gaya bicara,
Kebiasaan bekerja, Sikap melalui pengalaman dan kesalahan, Pakaian, Hubungan
kemanusiaan, Proses berfikir, Perilaku neurotis, Selera, Keputusan, Kesehatan,
Gaya hidup secara umum.Perilaku guru sangat mempengaruhi
peserta didik, tetapi peserta didik harus berani mengembangkan gaya hidup pribadinya
sendiri.
Guru yang baik adalah yang menyadari
kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan apa yang ada pada dirinya,
kemudian menyadari kesalahan ketika memang bersalah. Kesalahan harus diikuti
dengan sikap merasa dan berusaha untuk tidak mengulanginya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar