Selasa, 01 Desember 2015

Makalah Strategi Pembelajaran PAI : LANDASAN IDEAL PAI & PENGERTIAN PAI



BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Dalam penulisan makalah ini, kami mengambil pokok bahasan mengenai pendidikan Agama Islam yakni landasan ideal PAI dan pengertian PAI itu sendiri dari berbagai referensi yang penulis cari, karena pembahsan ini sangat penting ubtuk diketahui, dipahami, dan diimani oleh setiap individu terutama bagi mahasiswa PAIsebagai calon guru agama islam sebaiknya ia memahami isi kandungan yang penulis bahas dalam makalah ini.
Dengan memahami pembahsan tersebut, setidaknya para calon guru sudah mengetahui dan memahami dasar – dasar dari pendidikan Agama Islam.
Untuk mengajarkan hal – hal yang berkaitan dengan pendidikan Islam, tentu seorang guru harus negetahui landasan – landasan pendidikan Agama Islam selain itu tanpa mengetahui arti dari pendidikan Islam, seorang guru mungkin akan mengalami kesulitan dalam menyampaikan materi yang akan diajarkan kepada peserta didik.

B.       Rumusan masalah
       Sesuai denga latar belakang masalah diatas, maka penulis menuliskan rumusan masalahnya yaitu :
1.      Apa – apa sajakah yang termasuk dalam landasan ideal PAI ?
2.      Apa pengertian pendidikan Agama Islam ?

BAB II
PEMBAHASAN
LANDASAN IDEAL PAI
1.      Al-Qur’an
2.      As-sunnah
3.      Ijtihad
A.       LANDASAN IDEAL PAI
       Dasar ideal Pendidikan Agama Islam adalah Al-Qur’an,  dan Al-Hadits. sebagaimana yang telah jelas disebutkan didalamnya. Al-Qur’an adalah sumber kebenaran dalam Islam, dan kebenarannya tidak dapat diragukan lagi. Sedangkan Al-Hadits dijadikan sebagai landasan Pendidikan Agama Islam, berupa perkataan, perbuatan, atau pengakuan Rasulullah saw dalam bentuk isyarat.
 Dasar adalah landasan untuk berdirinya sesuatu. Fungsi dasar adalah memberikan arahan kepada tujuan yang akan dicapai sekaligus sebagai landasan.  Setiap agama manusia di muka bumi ini memiliki dasar pendidikan agama tersendiri, termasuk agama Islam. Dasar tersebutlah yang menjadi sumber dan landasan dalam setiap beramal.
   Di kalangan ulama terdapat kesepakatan bahwa sumber/dasar ajaran Islam yang utama adalah Al-Quran dan As-sunnah, sedangkan akal pikiran sebagai alat untuk memahami keduanya. Hal ini sesuai dengan agama Islam itu sendiri sebagai wahyu Allah Swt. Yang penjabarannya dilakukan oleh Muhammad Saw.  Rasulullah Saw. bersabda :
تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما :كتاب الله و سنة رسوله

Artinya : Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (HR. Malik)
Selain itu ada satu landasan yang juga kiranya penting untuk diyakini yaitu Ijtihad baik itu datangnya dari para sahabat, para tabi’in, tabi – tabi’in dan ulama seperti sekarang ini karena atas pemikiran mereka yang tidak lepas dari Al – Qur’an dan Al – hadits dan sesuai dengan ajaran – ajaran Islam, walupun dalam menentukan suatu hokum seseorang untuk menjadi seorang Mujtahid mempunya beberapa syarat untuk diyakini kesungguhannya dalam menetapkan suatu hokum.
a.      Al-Qur’an 
     1. Pengertian Al-Qur’an
Merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-’a (قرأ) yang bermakna Talaa (تلا) [keduanya bererti: membaca], atau bermakna Jama’a (mengumpulkan, mengoleksi). Anda dapat menuturkan, Qoro-’a Qor’an Wa Qur’aanan (قرأ قرءا وقرآنا) sama seperti anda menuturkan, Ghofaro Ghafran Wa Qhufroonan (غفر غفرا وغفرانا). Berdasarkan makna pertama (Yakni: Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan Ism Maf’uul, ertinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (Yakni: Jama’a) maka ia adalah mashdar dari Ism Faa’il, ertinya Jaami’ (Pengumpul, Pengoleksi) kerana ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hukum-hukum.*
Secara Syari’at (Terminologi)
Adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.
Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an kepadamu (hai Muhammad) dengan beransur-ansur.” (al-Insaan:23)
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf:2)
Allah ta’ala telah menjaga al-Qur’an yang agung ini dari upaya merubah, menambah, mengurangi atau pun menggantikannya. Dia ta’ala telah menjamin akan menjaganya sebagaimana dalam firman-Nya, “Sesunggunya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (al-Hijr:9)
Oleh kerana itu, selama berabad-abad telah berlangsung namun tidak satu pun musuh-musuh Allah yang berupaya untuk merubah isinya, menambah, mengurangi atau pun menggantinya. Allah SWT pasti menghancurkan tabirnya dan membuka tipudayanya.
Allah ta’ala menyebut al-Qur’an dengan sebutan yang banyak sekali, yang menunjukkan keagungan, keberkatan, pengaruhnya dan keuniversalannya serta menunjukkan bahawa ia adalah pemutus bagi kitab-kitab terdahulu sebelumnya.
Allah ta’ala berfirman, “Dan sesunguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan al-Qur’an yang agung.” (al-Hijr:87)
Dan firman-Nya, “Qaaf, Demi al-Quran yang sangat mulia.” (Qaaf:1)
Dan firman-Nya, “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memerhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (Shaad:29)
Dan firman-Nya, “Dan al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” (al-An’am:155)
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia.” (al-Waqi’ah:77)
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan ) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang menjajakan amal saleh bahawa bagi mereka ada pahala yang benar.” (al-Isra’:9)
Dan firman-Nya, “Kalau sekiranya kami menurunkan al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (al-Hasyr:21)
Dan firman-Nya, “Dan apabila diturunkan suatu surah maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, ‘Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini.? ‘ Adapun orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya sedang mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surah ini bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.” (at-Taubah:124-125)
Dan firman-Nya, “Dan al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai al-Qur’an (kepadanya)…” (al-An’am:19)
Dan firman-Nya, “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-Qur’an dengan jihad yang benar.” (al-Furqan:52)
Dan firman-Nya, “Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan khabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (an-Nahl:89)
Dan firman-Nya, “Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, iaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian* terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan…” (al-Maa’idah:48)
Al-Qur’an al-Karim merupakan sumber syari’at Islam yang kerananya Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam diutus kepada seluruh umat manusia. Allah ta’ala berfirman,
Dan firman-Nya, “Maha suci Allah yang telah menurunkan al-Furqaan (al-Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (jin dan manusia).” (al-Furqaan:1)
Sedangkan Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam juga merupakan sumber Tasyri’ (legislasi hukum Islam) sebagaimana yang dikukuhkan oleh al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman,
“Barangsiapa yang menta’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta’ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta’atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (an-Nisa’:80)
Dan firman-Nya,

“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (al-Ahzab:36)
Dan firman-Nya, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah…” (al-Hasyr:7)
Dan firman-Nya,


“Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, nescaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali ‘Imran:31)
Sedangkan menurut penulis, Al-Qur’an adalah Kalaamullah atau firman Allah swt. Yang berbahasa Arab, yang ditulis dalam slembaran – lembaran mushaf yang membacanya merupakan Ibadah yang dimulai dari Surah Al – Fatihah dan diakhiri dengan Surah An – nas.
    2. Al-Qur,an sebgai Landasan Pendidiakn Agama Islam
Menurut penulis, Al-Qur’an sebgai landasan utama Pendidikan Agama islam karena tidak ada keraguan dari isi kandungan ayat Al – Qur’an tersebut ketika seseorang meragukan tentang isi kandungan Al – Qur’an maka yang menjadi pertanyaannya adalah apakah mereka meyakini bahwa apa – apa yang terdapat dalam ayat – ayat Al – Qur’an adalah perkataan Allah … ?

   3. Al – Qur’an sebagai Sumber Edukatif / Pendidiakan
“ Dalam hal ini, adapun kelebihan Al – Qur’an, diantaranya, terletak pada metode yang menabjubkan dan unik sehingga dalam konsep pendidikan yang terkandung di dalamnya, Al – Qur’an mampu menciptakan individu yang beriman dan senantiasa menegaskan Allah, serta mengimani hari akhir “
Al- Qur’an telah memberikan kepuasan penalaran yang sesuai dengan kesederhanaan dan fitrah manusia tanpa unsure paksaan dan di sisi lain disertai dengan pengutamaan afeksi dan emosi menusiawi.



       Abdurrahman An Nahlawi,Pend Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat
( Gema Insani Press : Jakarta,1995 ), h.29




b.      Al – HADITS / AS – SUNNAH
1.      Pengertian As – Sunnah
     1Secara Harfiah Sunnnah berarti ‘ jalan , metode, dan program “. Sedangkan secara istilah, Sunnah adalah sejumlah perkara yang dijelaskan melalui sanad yang yang sahih, b aik itu itu berupa perkataan, perbuatan, peninggalan, sifat, pengakuan, larangan, tindak – tanduk, dan seluruh kehidupan Nabi saw.
Hadits adalah segala perkataan, perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.
Ada banyak ulama periwayat hadits, namun yang sering dijadikan referensi hadits-haditsnya ada tujuh ulama, yakni Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Nasa'i, dan Imam Ibnu Majah.

      



      

       Abdurrahman An Nahlawi,Pend Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat
( Gema Insani Press : Jakarta,1995 ), h.31.
Kedudukan As-sunnah sebagai sumber ajaran Islam selain berdasarkan kepada keterangan Al-quran juga didasarkan kepada kesepakatan pendapat para sahabat. Yakni seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan tentang wajib mengikuti hadits, baik pada masa Rasulullah hidup maupun setelah beliau wafat. Menurut Jumhur Ulama mengartikan As-sunnah, Al-hadits, dan Al-atsar sama saja, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw. baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan.
Dalam kaitan ini, hadits berfungsi merinci petunjuk dan isyarat Al-qur’an yang bersifat global, sebagai pembatas terhadap ayat Al-qur’an yang bersifat umum, dan sebagai pemberi informasi terhadap suatu kasus yang tidak di dalam Al-qur’an.
    Dasar pendidikan agama Islam yang utama adalah Al-qur’an dan Hadits. Al-qur’an merupakan firman Allah yang berisi ajaran kebenaran. Islam sebagai agama samawi yaitu agama yang berasal dari Allah, tentunya Al-quran sebagai firman harus dijadikan sebagai landasan bagi umat manusia yang meyakini kebenaran agama-Nya. Al-quran dijadikan sebagai landasan pendidikan agama Islam karena terpeliharanya kemurnian Al-quran dari campur tangan makhluk-Nya, tidak seperti kitab lain seperti Injil. Al-qur’an merupakan kitab yang komplit yaitu berisi tentang semua aspek kehidupan umat manusia seperti hukum, ilmu, sosial, teknologi, nasehat, dan lain sebagainya. Selanjutnya, Hadits dijadikan sebagai sumber utama ajaran Islam karena hadits merupakan penjabaran dari Al-quran serta dijadikannya Muhammad sebagai suri tauladan bagi umatnya. Sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan karena eratnya keterkaitan keduanya. Telah dijelaskan dalam hadits bahwa jika berpegang kepada keduanya maka tidak akan mengalami kesesatan di dunia dan akhirat.
menurut penulis As-sunnah adalah segala ucapan dan perbuatan yang dilakukan oleh Rasulullah saw. yang mempunyai makna dan hikmah tertentu sesuai dengan kaidah syara’.
2. As – Sunnah sebagai teladan Pendidikan Islam
    Pada hakikatnya, keberadaan sunnah ditujukan unutk mewujudkan dua sasaran, yaitu pertama, menjelaskan apa yang terdapat dalam Al – Qur’an. Tujuan ini di isyaratkan Allah dalam Firman – nya :



… Dan kami turunkan kepadamu Al – Qur’an agar kamu menerangkan kepada ummat amnesia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkannya. “ ( An – Nahl : 44 ).
c.     IJTIHAD
    1. Pengertian Ijtihad
Kata ijtihad (ar-ijtihad) berakar dari kata al-Juhd yang berarti al-taqhah (daya, kemampuan, kekuasaan) atau dari kata al-Jahd yang berarti al masyqqah (kesulitan, kesukaran). Dari ijtihad menurut pengertian kebahasaannya bermakna “badal al wus” wal mahud” (pengerahan daya kemampuan), atau pengerahan segala daya kemampuan dalam suatu aktivitas dari aktivitas-aktivitas yang sukar dan berat.
Dari pengertian kebahasaan terlihat dua unsur pokok dalam ijtihad, daya atau kemampuan 2 objek yang sulit dan berat. Daya dan kemampuan disni dapat diklasifikasikan secara umum, yang meliputi daya, fisik-material, mental-spiritual dan intelektual. Ijtihad sebagai terminology keilmuan dalam Islam juga tidak terlepas dari unsur-unsur tersebut. Akan tetapi karena kegiatan keilmuan lebih banyak bertumpu pada kegiatan intelektual, maka pengertian ijtihad lebih banyak mengarah pada pengerahan kemampuan intelektual dalam memecahkan berbagai bentuk kesulitan yang dihadapi, baik yang dihadapi individu maupun umat manusia secara menyeluruh. Dalam rumusan definisi ijtihad yang dikemukakan ibnu Hazm berbunyi;
“Ijtihad dalam syariat ialah pencurahan kemampuan dalam mendapatkan hukum suatu kasus dimana hukum itu tidak dapat diperoleh”.

“ Menurut Harun Nasution, arti ijtihad seperti yang telah dikemukakan di atas adalah ijtihad dalam arti sempit. Dalam arti luas menurutnya, ijtihad juga berlaku pada bidang politik, akidah, tasawuf, dan falsafah “
Telah kita ketahui bahwa ijtihad telah berkembang sejak zaman Rasul. Sepanjang fiqih mengandung “pengertian tentang hukum syara’ yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf”, maka ijtihad akan terus berkembang. Perkembangan itu berkaitan dengan perbuatan manusia yang selalu berubah-ubah, baik bentuk maupun macamnya. Dalam hubungan inilah, asy-Syahrastani mengatakan bahwa kejadian-kejadian, dan kasus-kasus dalam peribadatan dan muamalah (tindakan manusia) termasuk yang tidak dapat dihitung. Secara pasti dapat diketahui bahwa tidak setiap kasus ada nashnya. Apabila nashnya sudah berakhir, sedangkan kejadian-kejadiannya berlangsung terus tanpa terbatas; dan tatkala sesuatu yang terbatas tidak mungkin dapat mengikuti sesuatu yang tidak terbatas, maka qiyas wajib dipakai sehingga setiap kasus ada ijtihad mengenainya.
Dalam masalah fiqh, ijtihad bi ar-rayu telah ada sejak zaman Rasulullah saw. Beliau sendiri memberi izin kepada Mu’adz ibnu Jabal untuk  ber-ijtihad ketika Muads diutus ke Yaman. Umar ibnu al Khatthab sering menggunakan ijtihad bi al ra’yu apabila ia tidak menemukan ketentuan hukum dalam Al-Qur’an dan as sunnah. Demikian pula para sahabat lainnya dan para tabi’in sehingga pada perkembangan selanjutnya muncul dua golongan yang dikenal dengan golongan ahl ar-ra’yu sebagai bandingan golongan ahli hadis. Umar Ibnu Khatthab dipandang sebagai pemuka ahl ra-ra’yu.
Setelah Rasulullah wafat dan meninggalkan risalah Islamiyyah yang sempurna, kewajiban berdakwah berpindah pada sahabat. Mereka melaksanakan kewajiban itu dengan memperluas wilayah kekuasaan Islam dengan berbagai peperangan. Mereka berhasil menaklukan Persia, Syam, Mesir, dan Afrika Utara. Akibat perluasan wilayah itu, terjadilah akulturasi bangsa dan kebudayaan sehingga muncul berbagai masalah baru yang memerlukan pemecahan. Keadaan seperti itu mendorong pemuka sahabat untuk  ber-ijtihad
Sedangkan menurut penulis sendiri, ijtihad artinya bersungguh – sunguh. Maksudnya seorang Mujtahid bersungguh – sungguh dalam menetapkan suatu hokum yang tidak dijelaskan ataupun ayat – ayat atau hadits yang belum jelas maksud atau isi kandungannya.
2.      Syarat – syarat seseorang menajdi Mujtahid
Dalam menentukan suatu hokum, tidak semua orang bisa dijadikan sebgai Mujtahid karena untuk menjadi seorang mujtahi ada beberapa syarat ayng ahrus diketahui yakni :
Ulama ushul berbeda pendapat dalam menetapkan syarat-syarat ijtihad atau syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid (orang yang melakukan ijtihad). Secara umum, pendapat mereka tentang persyaratan seorang mujtahid dapat disimpulkan sebagai berikut;
a.     Menguasai dan mengetahui arti ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an, baik menurut bahasa maupun syariah. Akan tetapi, tidak disyaratkan harus menghapalnya, melainkan cukup mengetahui letak-letaknya saja, sehingga memudahkan baginya apabila ia membutuhkan. Imam Ghazali, Ibnu Arabi, dan Ar-Razi membatasi ayat-ayat hukum tersebut sebanyak lima ratus ayat.
b.    Menguasai dan mengetahui hadis-hadis tentang hukum, baik menurut bahasa maupun syariat. Akan tetapi, tidak disyaratkan harus menghapalnya, melainkan cukup mengetahui letak-letaknya secara pasti, untuk  memudahkannya  jika ia membutuhkannya. Ibnu Hanbal dasar ilmu yang berkaitan dengan hadis Nabi berjumlah sekitar 1.200 hadis. Oleh karena itu, pembatasan tersebut dinilai tidak tepat karena hadis-hadis hukum itu tersebar dalam berbagai kitab yang berbeda-beda
Menurut Asy-Syaukani, seorang mujtahid harus mengetahui kitab-kitab yang menghimpun hadis dan bisa membukanya dengan cepat, misalnya dengan menggunakan kamus hadis. Selain itu, ia pun harus mengetahui persambungan sanad dalam hadis (Asy-Syaukani : 22)
Sedangkan menurut At-Taftaji, sebaiknya mujtahid mengambil referensi dari kitab-kitab yang sudah masyhur kesahihannya, seperti Bukhari Muslim, Baghawi, dan lain-lain
c.      Mengetahui nasakh dan mansukh dari Al-Qur’an dan sunnah, supaya tidak salah dalam menetapkan hukum, namun tidak disyaratkan harus menghapalnya. Di antara kitab-kitab yang bisa dijadikan rujukan dalam naskah dan mansukh adalah kitab karangan Ibnu Khujaimah, Abi Ja’far an Nuhas, Ibnu Jauzi, Ibnu Hajm dan lain-lain
d.    Mengetahui permasalahan yang sudah ditetapkan melalui ijma’ ulama, sehingga ijtihad-nya tidak bertentangan dengan ijma’. Kitab yang bisa dijadikan rujukan diantaranya kitab maratiba al-ijma’ (ibn Hajm)
e.      Mengetahui qiyas dan berbagai persyaratannya serta meng-instimbat-nya, karena qiyas merupakan kaidah dalam berijtihad.
f.       Mengetahui bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan bahasa, serta berbagai problematikanya. Hal ini antara lain karena Al-Qur’an dan as sunnah ditulis dengan bahasa Arab. Namun, tidak disyaratkan untuk  betul-betul menguasainya atau menjadi ahlinya, melainkan sekurang-kurangnya mengetahui maksud yang dikandung dari Al-Qur’an atau al-hadis
g.     Mengetahui ilmu  fiqih yang merupakan fondasi dari ijtihad. Bahkan, menurut Fakhru ar-Razi, ilmu yang paling penting dalam berijtihad adalah ilmu ushul fiqh
h.      Mengetahui maqashidu asy-syariah (tujuan syariat) secara umum, karena bagaimanapun juga syariat itu berkaitan dengan maqashidu asy-syariah sebagai standarnya
Maksud dari maqashidu al-syariah antara lain menjaga kemaslahatan manusia dan menjatuhkan dari kemadharatan. Namun, standarnya adalah syara’, bukan kehendak manusia, karena manusia tidak jarang menganggap yang hak menjadi tidak hak dan sebaliknya.

B.       PENGERTIAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
      a). Pengertian pendidikan Agama Islam menurut para ahli
Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mcengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuanbangsa.
       Menurut Zakiyah Daradjat pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secaramenyeluruh.
Pendidikan agama Islam demikian adalah untuk memperkuat keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta berakhlak mulia. Menurut Azra (1999 : 57), bahwa "kedudukan pendidikan agama Islam di berbagai tingkatan dalam sistem pendidikan nasional adalah untuk mewujudkan siswa yang beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia".
Pendidikan agama Islam menurut para ahli agama sebagai berikut :
1.    Menurut Ahmad D. Marimba, Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan kata lain,Beliau mengatakan kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.
2.    M. Yusuf Al-Qordhawi :Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Karena itu, Pendidikan Agama Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya. 
3.    Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan itu ia dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadi ajaran agama Islam sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun kelak di akhirat.
   
Dari ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah bimbingan akal dan hati, serta jasmani dan rohaninya berdasarkan hukum-hukum Islam agar terbentuknya kepribadian Islam yang hakiki. Dengan bimbingan tersebut anak dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam secara menyeluruh (kaffah). Hal itu dilakukan demi keselamatan di dunia dan akhirat. Dengan kata lain, pendidikan agama Islam menciptakan manusia yang sempurna (insan kamil).
Sedangkan menurut muhaimin bahwa Pendidikan Agama islam adalah merupakan salah satu bagian dari pendidikan Islam. Itilah “ Pendidikan islam “ dapat dipahami dalam beberapa perspektif, yaitu :
1.    Pendidikan menurut islam, atau pendidikan yang berdasarkan Islam, dan / atau system pendidikan yang islami, yakni pendidikan yang dipahami dan dikembangkan serta disusun dari ajaran dan nilai – nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu Al – Qur’an dan Al – Sunnah ? hadits. Dalam pengertian ayng pertama ini, pendidikan Islam dapat dapat berwujud pemikiran dan teori pendidikan yang beradasarkan diri atau dibangun dan dikembangkan dari sumber – sumber dasar tersebut.
2.     Pendidikan ke – islaman atau pendidikan Agama Islam, yakni upaya mendidikkan agama islam atau ajaran Islam dan nilai – nilai nya.
3.    Pendidikan dalam islam, atau proses dan praktek penyelenggaraan pendidiakn yang berlangsung dan berkembang dala sejarah ummat Islam.

Dari beberapa definisi diatas, menurut penulis Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar dan terencana yang dilakukan oelh peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Yakni menjadikan manusia yang beriman bertaqwa kepada Allah swt dan menjunjung tinggi nilai – nilai keagamaan mengetahui, memahami, dan mengimani isi kandungan dari ajaran – ajaran Islam yang telah diterima oleh peserta didik.

b). Pengertian pendidikan islam
Pendidikan Islam merupakan system pendidikan yang diselenggrakan atau didirikan dengan niatuntuk mengejawantahkan ajaran dan nilai – nilai Islam dalam kegiatan Pendidikannya.
      c). Perbedaan Pendidikan Islam dengan Pendidikan Agama Islam
       Menurut penulis, perbedaan antara pendidikan Islam dengan Pendidikan Agama Islam adalah Pendidikan Islam adalah pengajaran yang diberikan kepada anak didik yang sesuai dengan ajaran – ajaran Islam yang bersumber dari Al – Qur’an dan Hadits sedangkan Pendidikan Agama Islam lebih bersifar khusus dan ia merupakan bagian dari Pendidikan Islam yang biasanya digunakan dilingkungan formal yang diajarkan sesuai dengan kurikulum yang berlaku saat itu.

BAB III PENUTUP
Kesimpulan
1.          Landasan ideal pendidikan Agama Islam yakni : al – Qur’an, As – Sunnah dan Ijtihad
2.          Pengertian Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar dan terencana yang dilakukan oelh peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Yakni menjadikan manusia yang beriman bertaqwa kepada Allah swt dan menjunjung tinggi nilai – nilai keagamaan mengetahui, memahami, dan mengimani isi kandungan dari ajaran – ajaran Islam yang telah diterima oleh peserta didik.
Saran
Setelah membaca makalah kami diharapkan para penulis bisa member kritik dan sarannya guna untuk meningkatkan kualitas isi dari makalah kami, baik dari segi isi kandungannya maupun cara penulisannya.
Penutup
Dengan tulisan kami ini, mudah – mudahan dapat menambah pengetahuan baru bagi kita semua khususnya bagi penulis sendiri dan juga dapat bermanfaat abgi kita semua. Yang terpenting yang harus kita ingat bahwa dalam ketika mengetahui sesuatu utamanya yang berhubungan dengan Pendidikan Islam sebaiknya kita merealisasikan hal tersebut sebagai wujud bahwa setiap ummat muslim diwajibkan beribadah kepada Allah swt. Amin, Amin, Yaa Robbal,aalamin…

DAFTAR PUSTAKA
Pendidkan Islam di Rumah Tangga sekolah dan Masyarakat, Abdurrahman An Nahlawi, Jakarta : Gema Insani Press, 1995
Prof.Dr.H.Muhaimin,M.A. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar