BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam penulisan makalah ini, kami
mengambil pokok bahasan mengenai pendidikan Agama Islam yakni landasan ideal
PAI dan pengertian PAI itu sendiri dari berbagai referensi yang penulis cari,
karena pembahsan ini sangat penting ubtuk diketahui, dipahami, dan diimani oleh
setiap individu terutama bagi mahasiswa PAIsebagai calon guru agama islam
sebaiknya ia memahami isi kandungan yang penulis bahas dalam makalah ini.
Dengan memahami pembahsan tersebut,
setidaknya para calon guru sudah mengetahui dan memahami dasar – dasar dari
pendidikan Agama Islam.
Untuk
mengajarkan hal – hal yang berkaitan dengan pendidikan Islam, tentu seorang
guru harus negetahui landasan – landasan pendidikan Agama Islam selain itu
tanpa mengetahui arti dari pendidikan Islam, seorang guru mungkin akan
mengalami kesulitan dalam menyampaikan materi yang akan diajarkan kepada
peserta didik.
B. Rumusan
masalah
Sesuai
denga latar belakang masalah diatas, maka penulis menuliskan rumusan masalahnya
yaitu :
1. Apa
– apa sajakah yang termasuk dalam landasan ideal PAI ?
2. Apa
pengertian pendidikan Agama Islam ?
BAB
II
PEMBAHASAN
LANDASAN IDEAL PAI
1.
Al-Qur’an
2.
As-sunnah
3.
Ijtihad
A. LANDASAN
IDEAL PAI
Dasar ideal Pendidikan Agama Islam
adalah Al-Qur’an, dan Al-Hadits.
sebagaimana yang telah jelas disebutkan didalamnya. Al-Qur’an adalah sumber
kebenaran dalam Islam, dan kebenarannya tidak dapat diragukan lagi. Sedangkan
Al-Hadits dijadikan sebagai landasan Pendidikan Agama Islam, berupa perkataan,
perbuatan, atau pengakuan Rasulullah saw dalam bentuk isyarat.
Dasar adalah landasan untuk berdirinya
sesuatu. Fungsi dasar adalah memberikan arahan kepada tujuan yang akan dicapai
sekaligus sebagai landasan. Setiap agama manusia di muka bumi ini
memiliki dasar pendidikan agama tersendiri, termasuk agama Islam. Dasar
tersebutlah yang menjadi sumber dan landasan dalam setiap beramal.
Di kalangan ulama terdapat
kesepakatan bahwa sumber/dasar ajaran Islam yang utama adalah Al-Quran dan
As-sunnah, sedangkan akal pikiran sebagai alat untuk memahami keduanya. Hal ini
sesuai dengan agama Islam itu sendiri sebagai wahyu Allah Swt. Yang
penjabarannya dilakukan oleh Muhammad Saw. Rasulullah Saw. bersabda :
تركت
فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما :كتاب الله و سنة رسوله
Artinya : Aku telah tinggalkan pada kamu dua
perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab
Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (HR. Malik)
Selain itu ada satu landasan yang
juga kiranya penting untuk diyakini yaitu Ijtihad baik itu datangnya dari para
sahabat, para tabi’in, tabi – tabi’in dan ulama seperti sekarang ini karena
atas pemikiran mereka yang tidak lepas dari Al – Qur’an dan Al – hadits dan
sesuai dengan ajaran – ajaran Islam, walupun dalam menentukan suatu hokum seseorang
untuk menjadi seorang Mujtahid mempunya beberapa syarat untuk diyakini
kesungguhannya dalam menetapkan suatu hokum.
a.
Al-Qur’an
1. Pengertian Al-Qur’an
Merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-’a (قرأ) yang bermakna Talaa (تلا) [keduanya bererti: membaca], atau bermakna Jama’a
(mengumpulkan, mengoleksi). Anda dapat menuturkan, Qoro-’a Qor’an Wa Qur’aanan
(قرأ قرءا وقرآنا) sama seperti
anda menuturkan, Ghofaro Ghafran Wa Qhufroonan (غفر غفرا
وغفرانا). Berdasarkan makna pertama (Yakni:
Talaa) maka ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan Ism Maf’uul,
ertinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (Yakni: Jama’a)
maka ia adalah mashdar dari Ism Faa’il, ertinya Jaami’ (Pengumpul, Pengoleksi)
kerana ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hukum-hukum.*
Secara Syari’at (Terminologi)
Adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan
penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali dengan
surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.
Allah
ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an kepadamu
(hai Muhammad) dengan beransur-ansur.” (al-Insaan:23)
Dan
firman-Nya, “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan
berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (Yusuf:2)
Allah ta’ala telah menjaga al-Qur’an yang agung ini dari
upaya merubah, menambah, mengurangi atau pun menggantikannya. Dia ta’ala telah
menjamin akan menjaganya sebagaimana dalam firman-Nya, “Sesunggunya Kami-lah
yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”
(al-Hijr:9)
Oleh kerana itu, selama berabad-abad telah berlangsung namun
tidak satu pun musuh-musuh Allah yang berupaya untuk merubah isinya, menambah,
mengurangi atau pun menggantinya. Allah SWT pasti menghancurkan tabirnya dan
membuka tipudayanya.
Allah
ta’ala menyebut al-Qur’an dengan sebutan yang banyak sekali, yang menunjukkan
keagungan, keberkatan, pengaruhnya dan keuniversalannya serta menunjukkan
bahawa ia adalah pemutus bagi kitab-kitab terdahulu sebelumnya.
Allah
ta’ala berfirman, “Dan sesunguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat
yang dibaca berulang-ulang dan al-Qur’an yang agung.” (al-Hijr:87)
Dan
firman-Nya, “Qaaf, Demi al-Quran yang sangat mulia.” (Qaaf:1)
Dan
firman-Nya, “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh
dengan berkah supaya mereka memerhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat
pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (Shaad:29)
Dan
firman-Nya, “Dan al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang
diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.”
(al-An’am:155)
Dan
firman-Nya, “Sesungguhnya al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia.”
(al-Waqi’ah:77)
Dan
firman-Nya, “Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan )
yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang
menjajakan amal saleh bahawa bagi mereka ada pahala yang benar.”
(al-Isra’:9)
Dan
firman-Nya, “Kalau sekiranya kami menurunkan al-Qur’an ini kepada sebuah
gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut
kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya
mereka berfikir.” (al-Hasyr:21)
Dan
firman-Nya, “Dan apabila diturunkan suatu surah maka di antara mereka
(orang-orang munafik) ada yang berkata, ‘Siapakah di antara kamu yang bertambah
imannya dengan (turunnya) surat ini.? ‘ Adapun orang-orang yang beriman, maka
surah ini menambah imannya sedang mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang
yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surah ini bertambah
kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati
dalam keadaan kafir.” (at-Taubah:124-125)
Dan
firman-Nya, “Dan al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya aku
memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai al-Qur’an
(kepadanya)…” (al-An’am:19)
Dan
firman-Nya, “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan
berjihadlah terhadap mereka dengan al-Qur’an dengan jihad yang benar.”
(al-Furqan:52)
Dan
firman-Nya, “Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan khabar gembira bagi
orang-orang yang berserah diri.” (an-Nahl:89)
Dan
firman-Nya, “Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Qur’an dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, iaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian* terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka
putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan…”
(al-Maa’idah:48)
Al-Qur’an
al-Karim merupakan sumber syari’at Islam yang kerananya Muhammad shallallaahu
‘alaihi wasallam diutus kepada seluruh umat manusia. Allah ta’ala berfirman,
Dan
firman-Nya, “Maha suci Allah yang telah menurunkan al-Furqaan (al-Qur’an)
kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (jin
dan manusia).” (al-Furqaan:1)
Sedangkan Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam juga
merupakan sumber Tasyri’ (legislasi hukum Islam) sebagaimana yang dikukuhkan
oleh al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman,
“Barangsiapa yang menta’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah
menta’ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta’atan itu), maka Kami
tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (an-Nisa’:80)
Dan
firman-Nya,
“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka
sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (al-Ahzab:36)
Dan
firman-Nya, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa
yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah…” (al-Hasyr:7)
Dan
firman-Nya,
“Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah aku, nescaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali ‘Imran:31)
Sedangkan menurut penulis, Al-Qur’an adalah Kalaamullah atau
firman Allah swt. Yang berbahasa Arab, yang ditulis dalam slembaran – lembaran
mushaf yang membacanya merupakan Ibadah yang dimulai dari Surah Al – Fatihah
dan diakhiri dengan Surah An – nas.
2. Al-Qur,an sebgai Landasan Pendidiakn Agama Islam
Menurut penulis, Al-Qur’an sebgai
landasan utama Pendidikan Agama islam karena tidak ada keraguan dari isi
kandungan ayat Al – Qur’an tersebut ketika seseorang meragukan tentang isi
kandungan Al – Qur’an maka yang menjadi pertanyaannya adalah apakah mereka
meyakini bahwa apa – apa yang terdapat dalam ayat – ayat Al – Qur’an adalah
perkataan Allah … ?
3. Al – Qur’an sebagai Sumber Edukatif / Pendidiakan
“ Dalam hal ini, adapun kelebihan Al
– Qur’an, diantaranya, terletak pada metode yang menabjubkan dan unik sehingga
dalam konsep pendidikan yang terkandung di dalamnya, Al – Qur’an mampu
menciptakan individu yang beriman dan senantiasa menegaskan Allah, serta
mengimani hari akhir “
Al- Qur’an telah memberikan kepuasan
penalaran yang sesuai dengan kesederhanaan dan fitrah manusia tanpa unsure
paksaan dan di sisi lain disertai dengan pengutamaan afeksi dan emosi
menusiawi.
Abdurrahman An Nahlawi,Pend Islam di
Rumah Sekolah dan Masyarakat
( Gema Insani Press : Jakarta,1995
), h.29
b.
Al – HADITS / AS – SUNNAH
1.
Pengertian As – Sunnah
1Secara Harfiah Sunnnah berarti ‘
jalan , metode, dan program “. Sedangkan secara istilah, Sunnah adalah
sejumlah perkara yang dijelaskan melalui sanad yang yang sahih, b aik itu itu
berupa perkataan, perbuatan, peninggalan, sifat, pengakuan, larangan, tindak –
tanduk, dan seluruh kehidupan Nabi saw.
Hadits adalah segala perkataan, perbuatan
dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan
ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama
Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits
merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.
Ada banyak ulama periwayat hadits,
namun yang sering dijadikan referensi hadits-haditsnya ada tujuh ulama, yakni
Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam
Nasa'i, dan Imam Ibnu Majah.
Abdurrahman An Nahlawi,Pend Islam di
Rumah Sekolah dan Masyarakat
( Gema Insani Press : Jakarta,1995
), h.31.
Kedudukan As-sunnah
sebagai sumber ajaran Islam selain berdasarkan kepada keterangan Al-quran juga
didasarkan kepada kesepakatan pendapat para sahabat. Yakni seluruh sahabat
sepakat untuk menetapkan tentang wajib mengikuti hadits, baik pada masa
Rasulullah hidup maupun setelah beliau wafat. Menurut Jumhur Ulama mengartikan
As-sunnah, Al-hadits, dan Al-atsar sama saja, yaitu segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw. baik dalam bentuk ucapan, perbuatan
maupun ketetapan.
Dalam kaitan ini, hadits
berfungsi merinci petunjuk dan isyarat Al-qur’an yang bersifat global, sebagai
pembatas terhadap ayat Al-qur’an yang bersifat umum, dan sebagai pemberi
informasi terhadap suatu kasus yang tidak di dalam Al-qur’an.
Dasar pendidikan agama Islam yang utama adalah Al-qur’an dan Hadits. Al-qur’an merupakan firman Allah yang berisi ajaran kebenaran. Islam sebagai agama samawi yaitu agama yang berasal dari Allah, tentunya Al-quran sebagai firman harus dijadikan sebagai landasan bagi umat manusia yang meyakini kebenaran agama-Nya. Al-quran dijadikan sebagai landasan pendidikan agama Islam karena terpeliharanya kemurnian Al-quran dari campur tangan makhluk-Nya, tidak seperti kitab lain seperti Injil. Al-qur’an merupakan kitab yang komplit yaitu berisi tentang semua aspek kehidupan umat manusia seperti hukum, ilmu, sosial, teknologi, nasehat, dan lain sebagainya. Selanjutnya, Hadits dijadikan sebagai sumber utama ajaran Islam karena hadits merupakan penjabaran dari Al-quran serta dijadikannya Muhammad sebagai suri tauladan bagi umatnya. Sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan karena eratnya keterkaitan keduanya. Telah dijelaskan dalam hadits bahwa jika berpegang kepada keduanya maka tidak akan mengalami kesesatan di dunia dan akhirat.
menurut penulis As-sunnah adalah segala ucapan dan perbuatan yang dilakukan oleh Rasulullah saw. yang mempunyai makna dan hikmah tertentu sesuai dengan kaidah syara’.
Dasar pendidikan agama Islam yang utama adalah Al-qur’an dan Hadits. Al-qur’an merupakan firman Allah yang berisi ajaran kebenaran. Islam sebagai agama samawi yaitu agama yang berasal dari Allah, tentunya Al-quran sebagai firman harus dijadikan sebagai landasan bagi umat manusia yang meyakini kebenaran agama-Nya. Al-quran dijadikan sebagai landasan pendidikan agama Islam karena terpeliharanya kemurnian Al-quran dari campur tangan makhluk-Nya, tidak seperti kitab lain seperti Injil. Al-qur’an merupakan kitab yang komplit yaitu berisi tentang semua aspek kehidupan umat manusia seperti hukum, ilmu, sosial, teknologi, nasehat, dan lain sebagainya. Selanjutnya, Hadits dijadikan sebagai sumber utama ajaran Islam karena hadits merupakan penjabaran dari Al-quran serta dijadikannya Muhammad sebagai suri tauladan bagi umatnya. Sehingga keduanya tidak dapat dipisahkan karena eratnya keterkaitan keduanya. Telah dijelaskan dalam hadits bahwa jika berpegang kepada keduanya maka tidak akan mengalami kesesatan di dunia dan akhirat.
menurut penulis As-sunnah adalah segala ucapan dan perbuatan yang dilakukan oleh Rasulullah saw. yang mempunyai makna dan hikmah tertentu sesuai dengan kaidah syara’.
2. As – Sunnah sebagai teladan
Pendidikan Islam
Pada hakikatnya, keberadaan sunnah ditujukan unutk mewujudkan dua
sasaran, yaitu pertama, menjelaskan apa yang terdapat dalam Al – Qur’an.
Tujuan ini di isyaratkan Allah dalam Firman – nya :
“ … Dan kami turunkan kepadamu Al
– Qur’an agar kamu menerangkan kepada ummat amnesia apa yang telah diturunkan
kepada mereka dan supaya mereka memikirkannya. “ ( An – Nahl : 44 ).
c.
IJTIHAD
1. Pengertian
Ijtihad
Kata ijtihad (ar-ijtihad) berakar dari kata al-Juhd yang
berarti al-taqhah (daya, kemampuan, kekuasaan) atau dari kata al-Jahd yang
berarti al masyqqah (kesulitan, kesukaran). Dari ijtihad menurut pengertian
kebahasaannya bermakna “badal al wus” wal mahud” (pengerahan daya kemampuan),
atau pengerahan segala daya kemampuan dalam suatu aktivitas dari
aktivitas-aktivitas yang sukar dan berat.
Dari
pengertian kebahasaan terlihat dua unsur pokok dalam ijtihad, daya atau
kemampuan 2 objek yang sulit dan berat. Daya dan kemampuan disni dapat
diklasifikasikan secara umum, yang meliputi daya, fisik-material,
mental-spiritual dan intelektual. Ijtihad sebagai terminology keilmuan dalam
Islam juga tidak terlepas dari unsur-unsur tersebut. Akan tetapi karena
kegiatan keilmuan lebih banyak bertumpu pada kegiatan intelektual, maka
pengertian ijtihad lebih banyak mengarah pada pengerahan kemampuan intelektual
dalam memecahkan berbagai bentuk kesulitan yang dihadapi, baik yang dihadapi
individu maupun umat manusia secara menyeluruh. Dalam rumusan definisi ijtihad
yang dikemukakan ibnu Hazm berbunyi;
“Ijtihad
dalam syariat ialah pencurahan kemampuan dalam mendapatkan hukum suatu kasus
dimana hukum itu tidak dapat diperoleh”.
“ Menurut Harun Nasution, arti ijtihad seperti yang telah
dikemukakan di atas adalah ijtihad dalam arti sempit. Dalam arti luas
menurutnya, ijtihad juga berlaku pada bidang politik, akidah, tasawuf, dan
falsafah “
Telah kita ketahui bahwa ijtihad telah berkembang sejak
zaman Rasul. Sepanjang fiqih mengandung “pengertian tentang hukum syara’ yang
berkaitan dengan perbuatan mukallaf”, maka ijtihad akan terus berkembang.
Perkembangan itu berkaitan dengan perbuatan manusia yang selalu berubah-ubah,
baik bentuk maupun macamnya. Dalam hubungan inilah, asy-Syahrastani mengatakan
bahwa kejadian-kejadian, dan kasus-kasus dalam peribadatan dan muamalah
(tindakan manusia) termasuk yang tidak dapat dihitung. Secara pasti dapat
diketahui bahwa tidak setiap kasus ada nashnya. Apabila nashnya sudah berakhir,
sedangkan kejadian-kejadiannya berlangsung terus tanpa terbatas; dan tatkala
sesuatu yang terbatas tidak mungkin dapat mengikuti sesuatu yang tidak
terbatas, maka qiyas wajib dipakai sehingga setiap kasus ada ijtihad
mengenainya.
Dalam masalah fiqh, ijtihad bi ar-rayu telah ada sejak zaman
Rasulullah saw. Beliau sendiri memberi izin kepada Mu’adz ibnu Jabal
untuk ber-ijtihad ketika Muads diutus ke Yaman. Umar ibnu al Khatthab
sering menggunakan ijtihad bi al ra’yu apabila ia tidak menemukan ketentuan
hukum dalam Al-Qur’an dan as sunnah. Demikian pula para sahabat lainnya dan
para tabi’in sehingga pada perkembangan selanjutnya muncul dua golongan yang
dikenal dengan golongan ahl ar-ra’yu sebagai bandingan golongan ahli hadis.
Umar Ibnu Khatthab dipandang sebagai pemuka ahl ra-ra’yu.
Setelah Rasulullah wafat dan meninggalkan risalah Islamiyyah
yang sempurna, kewajiban berdakwah berpindah pada sahabat. Mereka melaksanakan
kewajiban itu dengan memperluas wilayah kekuasaan Islam dengan berbagai
peperangan. Mereka berhasil menaklukan Persia, Syam, Mesir, dan Afrika Utara.
Akibat perluasan wilayah itu, terjadilah akulturasi bangsa dan kebudayaan
sehingga muncul berbagai masalah baru yang memerlukan pemecahan. Keadaan
seperti itu mendorong pemuka sahabat untuk ber-ijtihad
Sedangkan menurut penulis sendiri, ijtihad artinya
bersungguh – sunguh. Maksudnya seorang Mujtahid bersungguh – sungguh dalam
menetapkan suatu hokum yang tidak dijelaskan ataupun ayat – ayat atau hadits
yang belum jelas maksud atau isi kandungannya.
2. Syarat – syarat seseorang menajdi
Mujtahid
Dalam menentukan suatu hokum, tidak semua orang bisa
dijadikan sebgai Mujtahid karena untuk menjadi seorang mujtahi ada beberapa
syarat ayng ahrus diketahui yakni :
Ulama ushul berbeda pendapat dalam menetapkan syarat-syarat
ijtihad atau syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid (orang
yang melakukan ijtihad). Secara umum, pendapat mereka tentang persyaratan
seorang mujtahid dapat disimpulkan sebagai berikut;
a. Menguasai dan mengetahui arti
ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an, baik menurut bahasa maupun
syariah. Akan tetapi, tidak disyaratkan harus menghapalnya, melainkan cukup
mengetahui letak-letaknya saja, sehingga memudahkan baginya apabila ia
membutuhkan. Imam Ghazali, Ibnu Arabi, dan Ar-Razi membatasi ayat-ayat hukum
tersebut sebanyak lima ratus ayat.
b. Menguasai dan mengetahui hadis-hadis
tentang hukum, baik menurut bahasa maupun syariat. Akan tetapi, tidak
disyaratkan harus menghapalnya, melainkan cukup mengetahui letak-letaknya
secara pasti, untuk memudahkannya jika ia membutuhkannya. Ibnu
Hanbal dasar ilmu yang berkaitan dengan hadis Nabi berjumlah sekitar 1.200
hadis. Oleh karena itu, pembatasan tersebut dinilai tidak tepat karena
hadis-hadis hukum itu tersebar dalam berbagai kitab yang berbeda-beda
Menurut
Asy-Syaukani, seorang mujtahid harus mengetahui kitab-kitab yang menghimpun
hadis dan bisa membukanya dengan cepat, misalnya dengan menggunakan kamus
hadis. Selain itu, ia pun harus mengetahui persambungan sanad dalam hadis
(Asy-Syaukani : 22)
Sedangkan
menurut At-Taftaji, sebaiknya mujtahid mengambil referensi dari kitab-kitab
yang sudah masyhur kesahihannya, seperti Bukhari Muslim, Baghawi, dan lain-lain
c. Mengetahui nasakh dan mansukh dari Al-Qur’an
dan sunnah, supaya tidak salah dalam menetapkan hukum, namun tidak disyaratkan
harus menghapalnya. Di antara kitab-kitab yang bisa dijadikan rujukan dalam
naskah dan mansukh adalah kitab karangan Ibnu Khujaimah, Abi Ja’far an Nuhas,
Ibnu Jauzi, Ibnu Hajm dan lain-lain
d. Mengetahui permasalahan yang sudah
ditetapkan melalui ijma’ ulama, sehingga ijtihad-nya tidak bertentangan dengan
ijma’. Kitab yang bisa dijadikan rujukan diantaranya kitab maratiba al-ijma’
(ibn Hajm)
e. Mengetahui qiyas dan berbagai persyaratannya
serta meng-instimbat-nya, karena qiyas merupakan kaidah dalam berijtihad.
f. Mengetahui bahasa Arab dan berbagai disiplin
ilmu yang berkaitan dengan bahasa, serta berbagai problematikanya. Hal ini
antara lain karena Al-Qur’an dan as sunnah ditulis dengan bahasa Arab. Namun,
tidak disyaratkan untuk betul-betul menguasainya atau menjadi ahlinya,
melainkan sekurang-kurangnya mengetahui maksud yang dikandung dari Al-Qur’an
atau al-hadis
g. Mengetahui ilmu fiqih yang merupakan
fondasi dari ijtihad. Bahkan, menurut Fakhru ar-Razi, ilmu yang paling penting
dalam berijtihad adalah ilmu ushul fiqh
h. Mengetahui maqashidu asy-syariah (tujuan
syariat) secara umum, karena bagaimanapun juga syariat itu berkaitan dengan
maqashidu asy-syariah sebagai standarnya
Maksud dari maqashidu al-syariah antara lain menjaga
kemaslahatan manusia dan menjatuhkan dari kemadharatan. Namun, standarnya
adalah syara’, bukan kehendak manusia, karena manusia tidak jarang menganggap
yang hak menjadi tidak hak dan sebaliknya.
B.
PENGERTIAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
a). Pengertian
pendidikan Agama Islam menurut para ahli
Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana
dalam menyiapkan peserta didik untuk mcengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani
ajaran Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain
dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan
dan persatuanbangsa.
Menurut Zakiyah Daradjat pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secaramenyeluruh.
Menurut Zakiyah Daradjat pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secaramenyeluruh.
Pendidikan agama Islam demikian adalah untuk memperkuat
keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta berakhlak mulia. Menurut Azra
(1999 : 57), bahwa "kedudukan pendidikan agama Islam di berbagai tingkatan
dalam sistem pendidikan nasional adalah untuk mewujudkan siswa yang beriman dan
bertaqwa serta berakhlak mulia".
Pendidikan agama Islam menurut para ahli agama
sebagai berikut :
1. Menurut Ahmad D. Marimba, Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan kata lain,Beliau mengatakan kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.
2. M. Yusuf Al-Qordhawi :Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Karena itu, Pendidikan Agama Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya.
3. Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan itu ia dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadi ajaran agama Islam sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun kelak di akhirat.
1. Menurut Ahmad D. Marimba, Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan kata lain,Beliau mengatakan kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.
2. M. Yusuf Al-Qordhawi :Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Karena itu, Pendidikan Agama Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya.
3. Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan melalui ajaran-ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan itu ia dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadi ajaran agama Islam sebagai suatu pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun kelak di akhirat.
Dari ketiga pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan agama Islam adalah bimbingan akal dan hati, serta jasmani dan
rohaninya berdasarkan hukum-hukum Islam agar terbentuknya kepribadian Islam
yang hakiki. Dengan bimbingan tersebut anak dapat memahami, menghayati, dan
mengamalkan ajaran-ajaran Islam secara menyeluruh (kaffah). Hal itu dilakukan
demi keselamatan di dunia dan akhirat. Dengan kata lain, pendidikan agama Islam
menciptakan manusia yang sempurna (insan kamil).
Sedangkan menurut muhaimin bahwa Pendidikan Agama islam adalah
merupakan salah satu bagian dari pendidikan Islam. Itilah “ Pendidikan islam “
dapat dipahami dalam beberapa perspektif, yaitu :
1.
Pendidikan menurut islam, atau pendidikan yang
berdasarkan Islam, dan / atau system pendidikan yang islami, yakni pendidikan
yang dipahami dan dikembangkan serta disusun dari ajaran dan nilai – nilai
fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu Al – Qur’an dan Al –
Sunnah ? hadits. Dalam pengertian ayng pertama ini, pendidikan Islam dapat
dapat berwujud pemikiran dan teori pendidikan yang beradasarkan diri atau
dibangun dan dikembangkan dari sumber – sumber dasar tersebut.
2.
Pendidikan
ke – islaman atau pendidikan Agama Islam, yakni upaya mendidikkan agama islam
atau ajaran Islam dan nilai – nilai nya.
3.
Pendidikan dalam islam, atau proses dan praktek
penyelenggaraan pendidiakn yang berlangsung dan berkembang dala sejarah ummat
Islam.
Dari beberapa definisi
diatas, menurut penulis Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar dan terencana
yang dilakukan oelh peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan. Yakni menjadikan manusia yang beriman bertaqwa kepada Allah swt dan
menjunjung tinggi nilai – nilai keagamaan mengetahui, memahami, dan mengimani
isi kandungan dari ajaran – ajaran Islam yang telah diterima oleh peserta
didik.
b). Pengertian pendidikan islam
Pendidikan Islam merupakan system
pendidikan yang diselenggrakan atau didirikan dengan niatuntuk mengejawantahkan
ajaran dan nilai – nilai Islam dalam kegiatan Pendidikannya.
c). Perbedaan Pendidikan Islam dengan
Pendidikan Agama Islam
Menurut penulis, perbedaan antara pendidikan Islam dengan Pendidikan Agama Islam adalah Pendidikan Islam adalah pengajaran yang diberikan kepada anak didik yang sesuai dengan ajaran – ajaran Islam yang bersumber dari Al – Qur’an dan Hadits sedangkan Pendidikan Agama Islam lebih bersifar khusus dan ia merupakan bagian dari Pendidikan Islam yang biasanya digunakan dilingkungan formal yang diajarkan sesuai dengan kurikulum yang berlaku saat itu.
Menurut penulis, perbedaan antara pendidikan Islam dengan Pendidikan Agama Islam adalah Pendidikan Islam adalah pengajaran yang diberikan kepada anak didik yang sesuai dengan ajaran – ajaran Islam yang bersumber dari Al – Qur’an dan Hadits sedangkan Pendidikan Agama Islam lebih bersifar khusus dan ia merupakan bagian dari Pendidikan Islam yang biasanya digunakan dilingkungan formal yang diajarkan sesuai dengan kurikulum yang berlaku saat itu.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
1.
Landasan ideal
pendidikan Agama Islam yakni : al – Qur’an, As – Sunnah dan Ijtihad
2.
Pengertian
Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar dan
terencana yang dilakukan oelh peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan. Yakni menjadikan manusia yang beriman bertaqwa kepada
Allah swt dan menjunjung tinggi nilai – nilai keagamaan mengetahui, memahami,
dan mengimani isi kandungan dari ajaran – ajaran Islam yang telah diterima oleh
peserta didik.
Saran
Setelah membaca makalah kami diharapkan
para penulis bisa member kritik dan sarannya guna untuk meningkatkan kualitas
isi dari makalah kami, baik dari segi isi kandungannya maupun cara
penulisannya.
Penutup
Dengan tulisan kami ini, mudah –
mudahan dapat menambah pengetahuan baru bagi kita semua khususnya bagi penulis
sendiri dan juga dapat bermanfaat abgi kita semua. Yang terpenting yang harus
kita ingat bahwa dalam ketika mengetahui sesuatu utamanya yang berhubungan
dengan Pendidikan Islam sebaiknya kita merealisasikan hal tersebut sebagai
wujud bahwa setiap ummat muslim diwajibkan beribadah kepada Allah swt. Amin,
Amin, Yaa Robbal,aalamin…
DAFTAR PUSTAKA
Pendidkan Islam di Rumah Tangga
sekolah dan Masyarakat, Abdurrahman An Nahlawi, Jakarta : Gema Insani Press, 1995
Prof.Dr.H.Muhaimin,M.A. Pengembangan
Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar