BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, paradigma di artikan sebagai daftar contoh perubahan. Paradigm shift yang berarti ; perubahan
model; pola; contoh; tafsir. Dalam ilmu sosial paradigma merupakan
perubahan-perubahan yang terjadi pada masa tertentu dan dapat menggantikan
paradigma lama ( dan kadang-kadang tidak ada hubungannya dengan pardigma yag
digantikan ). Konsep paradigma baru itu membawa perubahan mendasar (Thomas
kuhn, 1974). Dalam ilmu pendidikan paradigma diartikan sebagai cara cara
berpikir atau sketsa pandang menyeluruh yang mendasari rancang bangun suatu
sistem pendidikan. Dalam hal ini paradigma baru itu sebaai tuntutan reformasi
pendidikan dalam perubahan yang menyeluruh dituangkan dalam tatanan perundangan
tentang sistem pendidikan nasional.
Pembahasan ini membatasi permasalahan pda paradigma dan ketentungan
perundangan dalam sistem pendidkan nasional dalam hal-hal yang berkaitan dengan
pengaturan tentang madrasa, pendidikan, dan keagamaan.
Seperti yang diketahui madrsah, pendidikan diniyah, majelis taklim
dan lembaga pendidikan islam pada umumnya, merupakan lembaga pendidikan yang
lahir dari dan untuk masyarakat. Lembaga-lembaga pendidkn semacam itu, khususnya pondok
pesantren, madrasah mempunyai visi dan misi serta karakteristik yang spesifik,
sehingga tidak dapat digantikan institut yang lainnya.
Madrasah dari sejak lama dalam kesejarahannya telah ikut serta
mencerdaskan kehidupan bangsa, di masa
kolonial (penjajahan belanda) madrasah, pendidikan islam umumnya dianggap
sekolah liar . pemerintah kolonial mengeluarkan peraturan guna membatasi dan menutup pendidikan islam ( wilde schoolen
ordonansi tahun 1933). Demikian pula sebelumnya telah di keluarkan pengekangan
dalam bentuk guru ordonansi (Stbl 1818 No. 4), yaitu baahwa pengajaran harus
seizin Gubernur Jendral.
Akibatnya pendidikan islam menghadapi kesulitan dan terisolasi,
yaitu antara lain :
1)
Madrasah
menjadi termarjinalisasi, cenderung tertutup dan ortodoksi
2)
Sikap
yang diskriminatif dari pemerintah kolonial, pendidikan islam cenderung menjadi
milik rakyat pinggiran/pedesaan mempunyai konotasi keterbelakangan.
Di masa Kemerdekaan RI, pendidkan
islam relatif mendapatkan dorongan dari pemerintah, yaitu :
a. Pengumuman BPKNI tanggal 22 Desember
1945 menyatakan bahwa dalam memajukan pendidikan dan pengajaran, agar di
langgar-langgar dan madrasah berjalan dan di perpesat.
b. Pernyataan BPKNI tanggal27 Deseember
1945 menegaskan bahwa pondok pesantren/madrsah agar dapat bantuan material dari
pemerintah karna pondok pesantren dan madrasah telah berakar dan merupakan
sumber pendidikan dan telah mencerdaskan rakyat.
c. Setelah departemen Agama berdiri
tanggal 31 januari 1946 bagian C dalam organisasi Departemen Agama di berikan
tugas mengurus tentang pendidikan di
sekolah Agama.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Paradigma baru Pendidikan dan Ketentuan Perundangan dalam
Sistem Pendidikan Nasional ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Ketentuan Perundangan
Sampai saat ini kita telah mempunyai 3 macam undang-undang tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
Pertama : Dalam UU No. 4 th 1950, No 12 Th
1954 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah.
Dalam undang-undang ini tidak dipergunakan kata “madrasah”
melainkan “Sekolah agama” dalam pasal 2 ayat (1) dinyatakan : “Undang-undang
ini tidak berlaku untuk pendidikandan pengajaran di Sekolah agama dan pendidkan
masyarakat”. Pada ayat(2) dinyatakan : “ pendidikan dan pengajaran di
Sekolah-Sekolah agama dan pendidikan masyarakat masing-masing ditetapkan dalam
undang-undang lain”.sayangnya, sampai undang-unddang ini diganti undang-unddang
organik tidak kunjung terlaksana.
Dalam pasal 10 (2) dinyatakan : “ Belajar
di Sekilah agama yang telah mendapat pengakuan dan Menteri Agama dianggap
telaqh memenuhi kewajiban belajar”. Disini kemudaan Mentri agama (Wahid Hasyim
), tahun 1952 membuat kebijakan strategis, yaitu dengan memasukkan 7 mata
pelajaran umum dalam kurikulum madrasah (membaca, menulis, berhitung,sejarah,
ilmu bumi bahasa Indonesia, dan olahraga), yang kemudian di kembangkan menjadi
madrasah wajib belajar MWB 8 tahun.
Kedua : dalam undang-undang No 2 tahun
1989 tentang sistem pendidikan nasional, juga tidak dijumpai penggunaan
kalimat madrasah yang diatur dalam
ketentuan tentang penyelanggaraan pendidikan ke-Agamaan sebagai salah satu jenis pendidikan menengah
pasaln 15 ayat (2). Pada pasal 2 ayat(6) disebutkan : pendidikan keagamaan
merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan
peranan yang menurut penguasaan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan”.bentuk dari bentuk
pendidikan keagamaan yang semestinya
diatur dengan peraturan pemerintah
tentang pendidikan keagamaan sebagai disebut
dalam pasal 15 ayat (4) seperti hal undang-undang organic dari
undang-undang No 4 tahun 1950 yo No 12 tahun
1954 juga tidak terselesaikan.
Pengaturan tentang madrasah diatur dalam
peraturan pemerintah No 28 Tahun 1990 tentang pendidikan dasar menyatakan bahwa
: “Sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama masing-masing disebut
Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah”. Pasal 4 ayat (3) sementara itu
dalam keputusan Mentri pendidikan dan Kebudayaan No. 1489/U/1992 tentang
sekolah menengah umum pada psal 1 ayat (6) ditegaskan bahwa “ Madrasah Aliyah
adalah sekolah menengah umum berciri khas agama islam yang diselenggarakan oleh
Departemen Agama.
Dengan demikian, Madrasah Ibtidaiyah,
Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah wajib memberikan bahan kejian minimal sama
dengan SD, SLTP,dan SMA disamping bahan kajian lain yang diberikan madrasah
tersebut ( pasal 26 keputusan Mendikbud No.
0487/U/1992 dan pasal22 ayat(6) 0489/U/1992.
Sesuai dengqan keputusan Mentri agama No. 374 tahun 1993
tentang madrasah Aliyah keagamaan,
Departemen agama menetapkan berdirinya unit pelaksanaan teknis di bidang
pendidikan di lingkungan Departemen agama yaitu : berdirinya sekolah keagamaan
sebgai kelanjutan dari MAPK( Madrasah aliyah Program khusus ). Pada saat itu
telah dikukuhkan 170 buah madrasah keagamaan swasta 28 Mdrasah Aliyah keagamaan Negri dan 142 Marasah Aliyah keagamaan swasta yang tersebar
di seluruh Indonesia.
Ketiga : dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sikdisnas yang disahkan
oah DPR RI tanggal 11 juni 2003. Mengenai pemberdayaan madrasah adalah sebagai
berikut :
1. Pendidikan keagamaan merupakan jenis pendidkan (pasal 15) dalam
penjelasan pasal ini disebutkan pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar
dan tinggi.
2. Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah merupakan salah satu bentuk pendidkan
dasar pasal 17 ayat (2).
3. Madrasah Aliyah merupakan bentuk pendidikan menengah (pasal 18 ayat 3)
dalam pasal terdapat ketentuan adanya
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) selain sekolah menengah kejuruan (SMK).
4. Mengenai pendidikan keagamaan ditetapkan berfungsi untuk mempersiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai
ajaran agama dan akan menjadi ahli ilmu agama. Pendidikan agama islam berbentuk pendidkan diniyah,pesantren,majelis
taklim pasal 26 ayat (1)
5. PendidikAN keagamaan dapat
diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, non formal dan informal ( pasal
30 ayat 3 ) dan dapat diselenggarakan oleh pemerintah atau kelompok masyarakat
dan pemeluk agama sesuai dengan peraturan perundang-undang ( pasal 30 ayat 1 )
B.
Kebijakan Pembinaan Madrasah yang Berjalan
Setelah UU. No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional,
pembinaan madrasah diarahkan menjadi sekolah umum, kebijaksanaan dan strategi
yang ditretapkan harus mampu mendorong
peningkatan kualitas pendidikan dan mengatasi kekurangan-kekurangan yang
dihadapinya.
Kebijaksanaan selanjutnya menetapkan bahwa visi madrasah ialah :
1.
Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa
2.
Mewujudkan anak bangsa yang beriman dan
bertaqwa serta berakhlak mulia, memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan.
Sedangkan mengenai misinya, yaitu
mengembangkan madrasah yang berciri “Populis, Islami, dan Berkualitas.”
Selanjutnya kebijaksanaan pembinaan
madrasah yang dilakukan oleh Departemen Agama sama dengan yang dilakukan di
lingkungan Depdiknas.
a.
Peraturan Pemerintah (penuntasan wajib
bewlajar) peran MI/Mts/Mts terbuka dan program wajar di pondok pesantren.
b.
Peningkatan mutu pendidikan melalui
pembangunan fisik, perpustakaan, laboratorium, bahan belajar dan pelatihan
guru.
c.
Link and Match – sesuai
dengan tuntunan masyarakat kerja.
d.
Efektifitas dan efesien dalam rangka
peningkatan sistem manajerial di madrasah.
Strategi pembinaan madrasah oleh departemen agama
dilakukan, antara lain melalui program pencerahan madrasah (prospektif/memiliki
masa depan, madrasah yang berkualitas menjanjikan dan memasuki lapangan kerja
dan melanjutkan sekolah).
1.
Pembangunan Madrasah Model (sebagai agen
perubahan) dan madrasah Model berperan sebagai Agent of Change.
2.
Madrasah Terpadu, yaitu keterpaduan antara
MI, Mts, dan MA yang di tempatkan dalam satu lokasi.
3.
Pemberdayaan (Empowering) madrasah
dimaksudkan sebagai upaya agar madrasah tetap survive dan menjadi bagian
dari sistem pendidikan nasional.
C.
Paradigma baru Dalam Sisdiknas
1.
Landasan Filosofis Pendidikan Nasional
Pendidikan nasional kita menempatkan
peserta didik sebagai makhliuk yang diciptakan ole Allah dengan ciptaan terbaik
yang dilengkapi dengan segala fitrahnya agar memiliki kemampuan untuk tugas
membangun kehidupan yang berharkat dan bermartabat, baik di dunia maupun
akhirat. Pendidikan dimaksudkan untuk mengembangkan potensi dirinya agar
memiliki spiritual keagamaan.
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang
berdasarkan pancasila dan UUD Tahun 1945 (pasal 2) yang berakar pada
nilai-nilai agama. Kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman (pasal 1 angka 2). Sitem pendidikan nasional harus bertumpu
pada nilai-nilai filosofis pancasila sehingga menjamin terwujudnya manusia
seutuhnya yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa menjunjung
tinggi hak asasi manusia, cinta tanah air, menghargai ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni, demokratis dan memiliki tanggung jawab social
kemasyarakatan.
Dengan demikian, pendidikan nasional kita
mendidik peserta didik menjadi khilafah Allah di muka bumi dan hamba Allah yang
mengabdi kepadanya yang menjunjung tinggi dan memegang teguh norma-norma agama
dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai makhluk tuhan, makhluk individu
maupun makhluk social. Di dalam rumusan tujuan sisdiknas dinyatakan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia sehat, bnerilmu cakap, kreatif
mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (pasal
3).
2.
Demokratisasi Pendidikan
Konsep demokratisasi di bidang pendidikan
dituangkan dalam pasal 4 ayat (1) yang
berbunyi : pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta
tidak diskriminatif dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai-nilai keagamaan,
nilai cultural, dan kemajemukan bangsa. Pendidikan nasional harus tidak
membedakan antara sekolah negeri dan swasta, antara yang kota dan pedesaan,
juga antara sekolah umum dan madrasah. Dana pendidikan dari pemerintah daerah
untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah (pasal 49 Ayat (3). Dan
dapat berupa subsidi dana dan sumber daya lain secara berkeadilan (pasal 55
ayat (4).
Perubahan paradigma pendidikan secara
demokratis dijalankan atas prinsip-prinsip penyelenggaraan yang meliputi perubahan
totalitas sistemik dalam ekosistemnya di masyarakat bukan menempatkan
kelembagaan pendidikan berhadapan dengan masyarakatnya melainkan sebagai bagian
integral dari sistem budaya masyarakat.
Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan
harus mendorong memberdayakan masyarakat dengan memperluas partisipasi dalam
pendidikan yang meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi
profesi, dan organisasi kemasyarakatan dalam menyelenggarakan, pendidikan mutu
pelayanan pendidikan pasal 54 ayat (1), serta dalam hal akreditasi, kelayakan program
dan satuan pendidikan Pasal 60 Ayat (1). Disinilah mengapa partisipasi
masyarakat kemudian dilembagakan dalam dewan pendidikan, komite
sekolah/madrasah serta adanya majelis pertimbangan dan pemberdayaan Pendidikan
Agama dan Keagamaan (MP3A), di pusat dan daerah. Peran masyarakat demikian
dimaksudkan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan pengawasan
dan evaluasi program (pasal 56 ayat 1 ) serta akuntabiltas
penyelenggaran pendidikan. Kepada pihak yang berkepentingan (pasal 51 ayat 1 ).
Pengertian demokrasi pendidikan selain memberikan kesempatan
seluas-luasnya untuk memperoleh pendidikan antara lain dalam hal wajib belajar
minimal pada jenjang sekolah dasar tanpa dipungut biaya (pasal 34 ayat 2 ), termasuk upayah untuk
memberikan kesempatan seluas-luasnya agar peserta didik berkembang sesuai
dengan bakat, minat dan kemampuan (
pasal 21 ayat 1 ),b, serta pelayanan khusus bagi peserta didik yang memiliki
tingkat kesulitan dalam proses pembelajaran, maupun pesreta didk di daerah
terpencil atau tidak mampu dari segi ekonomi (pasal 32 ayat 1,2 ).
3.
Pendidikan Agama
Pendidikan agama sebagai pelaksanaan hak
asasi manusia merupakan paradigma baru dalam sisdiknas mengingat ketentuan pasal
36 ayat 3 : “ Kurikulum yang disusun dalam rangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia antara lain harus memperhatikan peningkatan imann dan takwa,
pendidikan akhlak mulia, dan agama. Ppendidikan agama merupakan muatan
kuriikulum yang diwajibkan pada pendidikan dasar, pendidiikan menengah,
pendidikan tinggi (pasal 37 ayat 1,2).
Dalam hubungan ini pendidikan agama
dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan tang Maha Esa serta berakhlak mulia (penjelasann pasal 37
ayat1 ). Pendidikan agama juga merupakan salah satu strategi pendidikan
Nasional (panjelasan UU No. 20 tahun
2003 angka 1 umum).
Setiap peserta didik pada satuan
pendidikan berhak mendapat pendidikan agama sesuai denan agama yang dianutnya
dan diajarkan oleh pendidik seagama (pasal 12 ayat 12-a). Pendidik/guru agama
yang seagama di fasilitasi /disediakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah
sesuai kebutuhan satuan pendidikan (penjelasan pasal 12 ayat 1a), karna memang
menjadi kewajiban pemerintah atau pemerintah daerah untuk memfasilitasi satuan
pendidikan dengan pendidik dan kependidikan yang diperluak (pasal 41 ayat 3 ).
4.
Madrasah dan Pendidikan Keagamaan
Peradigmabaru mengenai madrasah dan
pendidikan keagama dalam ketentuan UU No. 20 tahin 2003 tentang sisdiknas ini
lebih banyak mengatur tentang kedudukan fungsi,jalur, jenjang, jenis, dan
bentuk kelembagaannya.
Madrasah merupakan jenis pendidikan umum.
MI dan MTs ditempatkan sebgai bentuk pendidikan dasar (sama dengan SD dan SMP
(pasal 17 ayat 2 )); MA sebagai bentuk pendidikan menengah ( sama dengan SMA)
dan MAK sebagai bentuk pendidikan menengah (sama dengan SMK/pasal 17 ayat 3).
Pada
pendidikan anak usiia dini jalur pendidikan formal sebagai bentuk Taman
Kanak-kanak, terdapat bentuk Raudhatul atfhal, yaitu menyelenggarakan
pendidikan agama islam, yang menanamkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan
kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi diri seperti pada Taman
Kanak-kanak.
Mengenai
pendidikan keagamaan dan dalam ketentuan perundangan Sisdiknas dinyatakan
berfungsi untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memahami dan mengamalkan nikai-nilai ajaran agamanya atau menjadi ahli ilmu
agama (Pasal 30 Ayat (2). Dengan memperhatikan ketentuan tentang wajib belajar
yang menjadi tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat (Pasal
34 ). Walaupun pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan
formal, nonformal dan Informal baik diselenggarakan oleh
pemerintah atau kelompok masyarakat (pasal 30 ayat 1), tapiselayaknya pendidikan
keagamaan pada tingkat pendidikan menengah ( setelah wajib belajar).
Adapun bentuk
pendidikan keagamaan adalah 1) Pendidikan Diniyah,2) Pesantren, dan 3) Majelis
taklim sebagai salah satu nama dari jenis jenis pendidikan nonoformal (pasal 26
ayat 4). Pendidikan keagamaan dapat merupakan pendidikan dasar menengah dan
tinggi (Penjelasan pasal 15 alenia 6 ) atas ketentuan-ketentuan seperti
dimaksud diatas. Pendidikan Diniyah terdiri atas jenjang pendidikan Diniyah
Awaliyah dan Ulya. Majelis Taklim dikembangkan sesuai dengan kekhasan dalam
pengelompokannya, seperti majelis taklim anak-anak remaja, kaum ibu dan
seterusnya.
Yang blum tercantum
dalam tatanan sisdiknas adalah mengenai <adrasah Aliyah Keagamaan yang dulu
dikenal dengan MAK dan MAPK, disarakan
lembagga Tafaquh fiddinn ini dijadikan program ilmu keislaman pada
madrsah Aliyah selain program IPA, IPS dan Bahasa yang sudah ada. Untuk agama
secara mandiri sebagai bentuk pendidikan keagamaan pada jenjang pendidikan
tinggi.
5.
Manejemen
Peningkatan Mutu Pendidikan
Sistem pendidian
nasional menghendaki peningkatan mutu pendidikan dilaksanakan secara berencana
dan berkala. Peningkatan mutu pendidikan tersebut didasarkan atas standar
nasional yang diperguakan sebagai acuan
untuk pengembangan kurikulum, tenga pendidikan, sarana pra sarana ,
pengelolaan, dan pemberdayaan ( pasal 35 ayat 2 ).
Suatu perubahan yang
sangat mendasar yang telah terjadi dalam manajemen pendidikan di Indonesia
ialah suatu manajemen yang pada awalnya bersifat sentralistirik diubah menjadi
desentralisasi dan menempatkan otonomi pendidikan pada tingkat sekolah. Pasal 26 ayat 2 menyatakan kurikulum pada
semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan
pendidikan,potensi Daerah dan peserta
didik dalam satu tatanan manajemen yang berbasis sekolah/madrasah(pasal51 ayat
1 ). Sekolah bertanggung jawab peningkatan mutu pendidikan sehingga diperlukan
perubahan tata nilai, baik dalam tatanan manajemen sekolah maupun sitem
pembelajarannya.
Paradigma baru dalam
sisdiknas memberi arti pendidikan untuk memberdayakan peserta didik
menguaktualisasikan potensi siswa menjadi kompetensi yang berlangsung sepanjang
hajat ( pasal 4 ayat 3 ) sehingga proses pembelajaran diercepat dan setiap
warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. Demikian pula yang
memilikikelainan fisik, mentl emosional, keterbelakangan maupun karna potensi
kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pelayanan khusus (pasal 5). Paradiigma
sisdiknas berorientaasi pada standar mutu, mengharuskan pemerintah menetapkan
standar nasional untuk penjaminan mutu pendidikan nasional. Pemerintah pusat
atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan
pendidikan pada semua jeenjang pendidikan (bisa termasuk madrasah )untuk
dikembangkan menjadi satuan satuan pendidikan yang bertaraf Internasiional
(pasal 50 ayat 3 ).
Perubahan-perubahan
sisdiknas secara total mensyarakatkan adanya paradigma baru dimulai dari adanya
bentuk-bentuk tatanan sejak dari pendidikan anak usia dini. Jalur informal,
nonformal formal (yang
berfungsi sebagai pennambah, pengganti dan pelenggkap satu dengan lainnya
(pasal 26) dan pendidikan yang berbasis masyarakat, baik pada jalur formal
maupun nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan moral, dan budaya
untuk untuk kepentingan masyarakat ( pasal
55).
Disini MP3A dapat berfungsi melakukan evaluasi berbasis kompetensi
berdasarkan standar isi, standar proses, dan standar kopempetensi lulusan
(pasal 35 ayat 1). Serata MP3A juga dapat mengambil peran-peran sebgai badan
standarisasi dan sebagai badan penjamin dan badan pengendalian mutu pendidikan
(pasal 35 ayat 3), disamping sebagai lembaga mandiri yang berwenang dalam dalam
bentuk akuntabilitasi public sebagai halnya dewan pedidikan berperan dalam
peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang berperan dalam peningkatan mutu
pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga,
sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional,
provensi kab./kota (pasal 56 ayat 2 ).
6.
Penyelenggaraan Pendidikan
Penyelenggaraan pendidikan merupakan satu kesatuan sistemik dengan
sistem terbuka dan multi makna diselenggaran sebgai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didikyang berlangsung sepanjang hayat( pasal 4 ).
Pendidikan diselenggarakan dengan memberikan keteladanan, membangun
keimanan dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran,
dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung ( pasal 4 ayt 5).
Adapun
pengelolaan satuan pendidikan baikpada anak usia dini, pendidikan dasar dan
pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelyanan minimal dengan
prinsip berbasisi sekolah/madrasah(pasal 51 ayat 1 ) . pemerintah mmennentukan
kebijakan kebijakan madrasah dan standar asional pendidikan untuk menjamin
pendidikan nasional (pasl 50 ayat 2 ).
Selanjutnya masyarakat beehak menyelenggarakan
pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dam nonformal sesuai
dengan kekhasan agama, lingkunagn social, dan budaya untuk kepentingan
masyarakat ( pasal 55 ayat 1 ). Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat
memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sunber daya lain secara adil dan
merata dara pemerintah atau pemerintah daerah
( pasal 55 ayat 4).
Dana pendidikan dari pemirintah dan pemrintah daerah
untuk satuan pendidikan dibrikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku (49 ayat 3).
Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal yang
didirikan wajib memperoleh izin dari pemerintah atau pemerintah dearah (pasal
62 ayat 1).
Syarat-syarat memperoleh izin meliputi isi pendidikan,
jumlah kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, dan prasarana
pendidikan pemberdayaan pendidikan evaluasi
serta manejemen dan pendidikan (pasal 62 ayat( 2)).
Sertifikasi kompotensi diberikan oleh penyenggara
pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat
sebagai pengakuan terhadap kompotensi untuk melakukan pekerjaan tertentu
setelah lulus uji kompotensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang
terakreditasi atau lembaga sertifikasi (Pasal 61 Ayat (3)).
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin
tersedianaya dana guna terselenggaranya pendidikanbagi setiap warga Negara yang
berusia 7-15 tahun (Pasal 11 Ayat (1) ). Sedangkan orang tua dari anak usia
wajib belajar berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya ( Pasal
7(2)) dan setiap warga Negara mempunyai hak memperoleh pendidikan yang bermutuh
(Pasdal 5 Ayat (1)).
Hal-hal tersebut mengingat lahan pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta pradaban bangsa dan
bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya
potensi didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sampai
saat ini kita telah mempunyai 3 macam undang-undang tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Pertama : Dalam UU No. 4 th 1950, No 12 Th 1954 tentang Dasar-Dasar
Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah. Kedua : dalam undang-undang No 2 tahun
1989 tentang sistem pendidikan nasional. Ketiga : dalam
undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sikdisnas yang disahkan oah DPR RI
tanggal 11 juni 2003.
Setelah UU.
No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, pembinaan madrasah
diarahkan menjadi sekolah umum, kebijaksanaan dan strategi yang ditretapkan
harus mampu mendorong peningkatan
kualitas pendidikan dan mengatasi kekurangan-kekurangan yang dihadapinya.
Paradigma Baru dalam Sisdiknas ; a. landasan filosofis
pendidikan nasional, b. demokratisasi pendidikan, c. pendidikan agama, d.
madrasah dan pendidikan keagamaan, e. manajemen peningkatan mutu pendidikan, f.
penyelenggaraan pendidikan.
B.
Saran
Demikian makalah yang
berjudul”PARADIGMA
BARU PENDIDIKAN DAN KETENTUAN PERUNDANGAN DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL”
tentunya kami sebagai penulis sangat
mengharapkan bahwa makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian dapat
memberikan kontribusi positif bagi pembaca khususnya Mahasiswa STAIN Palopo.
Dan kami menyadari
bahwa dalam makalah ini terdapat banyak kekeliruan, oleh karena itukami sangat
mengharapkan saran dan kritikan guna kesempurnaan penulisan makalah
selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar