Selasa, 01 Desember 2015

Makalah Kapita Selekta Pendidikan Islam : PARADIGMA BARU PENDIDIKAN DAN KETENTUAN PERUNDANGAN DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN DAN KETENTUAN PERUNDANGAN DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL



BAB  I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, paradigma di artikan sebagai daftar contoh perubahan. Paradigm shift yang berarti ; perubahan model; pola; contoh; tafsir. Dalam ilmu sosial paradigma merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada masa tertentu dan dapat menggantikan paradigma lama ( dan kadang-kadang tidak ada hubungannya dengan pardigma yag digantikan ). Konsep paradigma baru itu membawa perubahan mendasar (Thomas kuhn, 1974). Dalam ilmu pendidikan paradigma diartikan sebagai cara cara berpikir atau sketsa pandang menyeluruh yang mendasari rancang bangun suatu sistem pendidikan. Dalam hal ini paradigma baru itu sebaai tuntutan reformasi pendidikan dalam perubahan yang menyeluruh dituangkan dalam tatanan perundangan tentang sistem pendidikan nasional.
Pembahasan ini membatasi permasalahan pda paradigma dan ketentungan perundangan dalam sistem pendidkan nasional dalam hal-hal yang berkaitan dengan pengaturan tentang madrasa, pendidikan, dan keagamaan.
Seperti yang diketahui madrsah, pendidikan diniyah, majelis taklim dan lembaga pendidikan islam pada umumnya, merupakan lembaga pendidikan yang lahir dari dan untuk masyarakat. Lembaga-lembaga  pendidkn semacam itu, khususnya pondok pesantren, madrasah mempunyai visi dan misi serta karakteristik yang spesifik, sehingga tidak dapat digantikan institut yang lainnya.
Madrasah dari sejak lama dalam kesejarahannya telah ikut serta mencerdaskan  kehidupan bangsa, di masa kolonial (penjajahan belanda) madrasah, pendidikan islam umumnya dianggap sekolah liar . pemerintah kolonial mengeluarkan peraturan guna membatasi  dan menutup pendidikan islam ( wilde schoolen ordonansi tahun 1933). Demikian pula sebelumnya telah di keluarkan pengekangan dalam bentuk guru ordonansi (Stbl 1818 No. 4), yaitu baahwa pengajaran harus seizin Gubernur Jendral.
Akibatnya pendidikan islam menghadapi kesulitan dan terisolasi, yaitu antara lain :
1)      Madrasah menjadi termarjinalisasi, cenderung tertutup dan ortodoksi 
2)      Sikap yang diskriminatif dari pemerintah kolonial, pendidikan islam cenderung menjadi milik rakyat pinggiran/pedesaan mempunyai konotasi keterbelakangan.
            Di masa Kemerdekaan RI, pendidkan islam relatif mendapatkan dorongan dari pemerintah, yaitu :
a.       Pengumuman BPKNI tanggal 22 Desember 1945 menyatakan bahwa dalam memajukan pendidikan dan pengajaran, agar di langgar-langgar dan madrasah berjalan dan di perpesat.
b.      Pernyataan BPKNI tanggal27 Deseember 1945 menegaskan bahwa pondok pesantren/madrsah agar dapat bantuan material dari pemerintah karna pondok pesantren dan madrasah telah berakar dan merupakan sumber pendidikan dan telah mencerdaskan rakyat.
c.       Setelah departemen Agama berdiri tanggal 31 januari 1946 bagian C dalam organisasi Departemen Agama di berikan tugas mengurus tentang pendidikan  di sekolah  Agama.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Paradigma baru Pendidikan dan Ketentuan Perundangan dalam Sistem Pendidikan Nasional ?
BAB  II
PEMBAHASAN

A.     Ketentuan Perundangan
Sampai saat ini kita telah mempunyai 3 macam undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pertama : Dalam UU No. 4 th 1950, No 12 Th 1954 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah.
Dalam undang-undang ini tidak dipergunakan kata “madrasah” melainkan “Sekolah agama” dalam pasal 2 ayat (1) dinyatakan : “Undang-undang ini tidak berlaku untuk pendidikandan pengajaran di Sekolah agama dan pendidkan masyarakat”. Pada ayat(2) dinyatakan : “ pendidikan dan pengajaran di Sekolah-Sekolah agama dan pendidikan masyarakat masing-masing ditetapkan dalam undang-undang lain”.sayangnya, sampai undang-unddang ini diganti undang-unddang organik tidak kunjung terlaksana.
Dalam pasal 10 (2) dinyatakan : “ Belajar di Sekilah agama yang telah mendapat pengakuan dan Menteri Agama dianggap telaqh memenuhi kewajiban belajar”. Disini kemudaan Mentri agama (Wahid Hasyim ), tahun 1952 membuat kebijakan strategis, yaitu dengan memasukkan 7 mata pelajaran umum dalam kurikulum madrasah (membaca, menulis, berhitung,sejarah, ilmu bumi bahasa Indonesia, dan olahraga), yang kemudian di kembangkan menjadi madrasah wajib belajar MWB 8 tahun.
Kedua : dalam undang-undang No 2 tahun  1989 tentang sistem pendidikan nasional, juga tidak dijumpai penggunaan kalimat madrasah  yang diatur dalam ketentuan tentang penyelanggaraan pendidikan ke-Agamaan  sebagai salah satu jenis pendidikan menengah pasaln 15 ayat (2). Pada pasal 2 ayat(6) disebutkan : pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menurut penguasaan khusus tentang ajaran agama yang  bersangkutan”.bentuk dari bentuk pendidikan  keagamaan yang semestinya diatur  dengan peraturan pemerintah tentang pendidikan keagamaan sebagai disebut  dalam pasal 15 ayat (4) seperti hal undang-undang organic dari undang-undang No 4 tahun 1950 yo No 12 tahun  1954 juga tidak terselesaikan.
Pengaturan tentang madrasah diatur dalam peraturan pemerintah No 28 Tahun 1990 tentang pendidikan dasar menyatakan bahwa : “Sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama masing-masing disebut Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah”. Pasal 4 ayat (3) sementara itu dalam keputusan Mentri pendidikan dan Kebudayaan No. 1489/U/1992 tentang sekolah menengah umum pada psal 1 ayat (6) ditegaskan bahwa “ Madrasah Aliyah adalah sekolah menengah umum berciri khas agama islam yang diselenggarakan oleh Departemen Agama.
Dengan demikian, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah wajib memberikan bahan kejian minimal sama dengan SD, SLTP,dan SMA disamping bahan kajian lain yang diberikan madrasah tersebut ( pasal 26 keputusan Mendikbud No.  0487/U/1992 dan pasal22 ayat(6) 0489/U/1992.
Sesuai dengqan  keputusan Mentri agama No. 374 tahun 1993 tentang madrasah  Aliyah keagamaan, Departemen agama menetapkan berdirinya unit pelaksanaan teknis di bidang pendidikan di lingkungan Departemen agama yaitu : berdirinya sekolah keagamaan sebgai kelanjutan dari MAPK( Madrasah aliyah Program khusus ). Pada saat itu telah dikukuhkan 170 buah madrasah keagamaan swasta  28 Mdrasah Aliyah keagamaan Negri dan  142 Marasah Aliyah keagamaan swasta yang tersebar di seluruh Indonesia.
Ketiga : dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sikdisnas yang disahkan oah DPR RI tanggal 11 juni 2003. Mengenai pemberdayaan madrasah adalah sebagai berikut :
1.      Pendidikan keagamaan merupakan jenis pendidkan (pasal 15) dalam penjelasan pasal ini disebutkan pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar dan tinggi.
2.      Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah merupakan salah satu bentuk pendidkan dasar  pasal 17 ayat (2).
3.      Madrasah Aliyah merupakan bentuk pendidikan menengah (pasal 18 ayat 3) dalam pasal terdapat ketentuan  adanya Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) selain sekolah menengah kejuruan (SMK).
4.      Mengenai pendidikan keagamaan ditetapkan berfungsi untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai ajaran agama dan akan menjadi ahli ilmu agama. Pendidikan agama islam  berbentuk pendidkan diniyah,pesantren,majelis taklim pasal 26 ayat (1)
5.      PendidikAN  keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, non formal dan informal ( pasal 30 ayat 3 ) dan dapat diselenggarakan oleh pemerintah atau kelompok masyarakat dan pemeluk agama sesuai dengan peraturan perundang-undang ( pasal 30 ayat 1 )
                                          
B.     Kebijakan Pembinaan Madrasah yang Berjalan
Setelah UU. No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, pembinaan madrasah diarahkan menjadi sekolah umum, kebijaksanaan dan strategi yang ditretapkan harus  mampu mendorong peningkatan kualitas pendidikan dan mengatasi kekurangan-kekurangan yang dihadapinya.
Kebijaksanaan selanjutnya menetapkan bahwa visi madrasah ialah :
1.      Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa
2.      Mewujudkan anak bangsa yang beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia, memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan.
Sedangkan mengenai misinya, yaitu mengembangkan madrasah yang berciri “Populis, Islami, dan Berkualitas.”
Selanjutnya kebijaksanaan pembinaan madrasah yang dilakukan oleh Departemen Agama sama dengan yang dilakukan di lingkungan Depdiknas.
a.       Peraturan Pemerintah (penuntasan wajib bewlajar) peran MI/Mts/Mts terbuka dan program wajar di pondok pesantren.
b.      Peningkatan mutu pendidikan melalui pembangunan fisik, perpustakaan, laboratorium, bahan belajar dan pelatihan guru.
c.       Link and Match – sesuai dengan tuntunan masyarakat kerja.
d.      Efektifitas dan efesien dalam rangka peningkatan sistem manajerial di madrasah.
Strategi pembinaan madrasah oleh departemen agama dilakukan, antara lain melalui program pencerahan madrasah (prospektif/memiliki masa depan, madrasah yang berkualitas menjanjikan dan memasuki lapangan kerja dan melanjutkan sekolah).
1.      Pembangunan Madrasah Model (sebagai agen perubahan) dan madrasah Model berperan sebagai Agent of Change.
2.      Madrasah Terpadu, yaitu keterpaduan antara MI, Mts, dan MA yang di tempatkan dalam satu lokasi.
3.      Pemberdayaan (Empowering) madrasah dimaksudkan sebagai upaya agar madrasah tetap survive dan menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional.



C.     Paradigma baru Dalam Sisdiknas
1.      Landasan Filosofis Pendidikan Nasional
Pendidikan nasional kita menempatkan peserta didik sebagai makhliuk yang diciptakan ole Allah dengan ciptaan terbaik yang dilengkapi dengan segala fitrahnya agar memiliki kemampuan untuk tugas membangun kehidupan yang berharkat dan bermartabat, baik di dunia maupun akhirat. Pendidikan dimaksudkan untuk mengembangkan potensi dirinya agar memiliki spiritual keagamaan.
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan UUD Tahun 1945 (pasal 2) yang berakar pada nilai-nilai agama. Kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman (pasal 1 angka 2). Sitem pendidikan nasional harus bertumpu pada nilai-nilai filosofis pancasila sehingga menjamin terwujudnya manusia seutuhnya yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa menjunjung tinggi hak asasi manusia, cinta tanah air, menghargai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, demokratis dan memiliki tanggung jawab social kemasyarakatan.
Dengan demikian, pendidikan nasional kita mendidik peserta didik menjadi khilafah Allah di muka bumi dan hamba Allah yang mengabdi kepadanya yang menjunjung tinggi dan memegang teguh norma-norma agama dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai makhluk tuhan, makhluk individu maupun makhluk social. Di dalam rumusan tujuan sisdiknas dinyatakan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia sehat, bnerilmu cakap, kreatif mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (pasal 3).

2.      Demokratisasi Pendidikan
Konsep demokratisasi di bidang pendidikan dituangkan dalam pasal  4 ayat (1) yang berbunyi : pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai-nilai keagamaan, nilai cultural, dan kemajemukan bangsa. Pendidikan nasional harus tidak membedakan antara sekolah negeri dan swasta, antara yang kota dan pedesaan, juga antara sekolah umum dan madrasah. Dana pendidikan dari pemerintah daerah untuk satuan pendidikan diberikan dalam bentuk hibah (pasal 49 Ayat (3). Dan dapat berupa subsidi dana dan sumber daya lain secara berkeadilan (pasal 55 ayat (4).
Perubahan paradigma pendidikan secara demokratis dijalankan atas prinsip-prinsip penyelenggaraan yang meliputi perubahan totalitas sistemik dalam ekosistemnya di masyarakat bukan menempatkan kelembagaan pendidikan berhadapan dengan masyarakatnya melainkan sebagai bagian integral dari sistem budaya masyarakat.
Demokratisasi penyelenggaraan pendidikan harus mendorong memberdayakan masyarakat dengan memperluas partisipasi dalam pendidikan yang meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, dan organisasi kemasyarakatan dalam menyelenggarakan, pendidikan mutu pelayanan pendidikan pasal 54 ayat (1), serta dalam hal akreditasi, kelayakan program dan satuan pendidikan Pasal 60 Ayat (1). Disinilah mengapa partisipasi masyarakat kemudian dilembagakan dalam dewan pendidikan, komite sekolah/madrasah serta adanya majelis pertimbangan dan pemberdayaan Pendidikan Agama dan Keagamaan (MP3A), di pusat dan daerah. Peran masyarakat demikian dimaksudkan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan pengawasan dan evaluasi  program  (pasal 56 ayat 1 ) serta akuntabiltas penyelenggaran pendidikan. Kepada pihak yang berkepentingan (pasal 51 ayat 1 ).
Pengertian demokrasi pendidikan selain memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk memperoleh pendidikan antara lain dalam hal wajib belajar minimal pada jenjang sekolah dasar tanpa dipungut biaya  (pasal 34 ayat 2 ), termasuk upayah untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya agar peserta didik berkembang sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan  ( pasal 21 ayat 1 ),b, serta pelayanan khusus bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam proses pembelajaran, maupun pesreta didk di daerah terpencil atau tidak mampu dari segi ekonomi (pasal 32 ayat 1,2 ).
                                                                                             
3.      Pendidikan Agama
Pendidikan agama sebagai pelaksanaan hak asasi manusia merupakan paradigma baru dalam sisdiknas mengingat ketentuan pasal 36 ayat 3 : “ Kurikulum yang disusun dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia antara lain harus memperhatikan peningkatan imann dan takwa, pendidikan akhlak mulia, dan agama. Ppendidikan agama merupakan muatan kuriikulum yang diwajibkan pada pendidikan dasar, pendidiikan menengah, pendidikan tinggi (pasal 37 ayat 1,2).
Dalam hubungan ini pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan tang Maha Esa serta berakhlak mulia (penjelasann pasal 37 ayat1 ). Pendidikan agama juga merupakan salah satu strategi pendidikan Nasional  (panjelasan UU No. 20 tahun 2003 angka 1 umum).
Setiap peserta didik pada satuan pendidikan berhak mendapat pendidikan agama sesuai denan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik seagama (pasal 12 ayat 12-a). Pendidik/guru agama yang seagama di fasilitasi /disediakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kebutuhan satuan pendidikan (penjelasan pasal 12 ayat 1a), karna memang menjadi kewajiban pemerintah atau pemerintah daerah untuk memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan kependidikan yang diperluak (pasal 41 ayat 3 ).

4.      Madrasah dan Pendidikan Keagamaan
Peradigmabaru mengenai madrasah dan pendidikan keagama dalam ketentuan UU No. 20 tahin 2003 tentang sisdiknas ini lebih banyak mengatur tentang kedudukan fungsi,jalur, jenjang, jenis, dan bentuk kelembagaannya.
Madrasah merupakan jenis pendidikan umum. MI dan MTs ditempatkan sebgai bentuk pendidikan dasar (sama dengan SD dan SMP (pasal 17 ayat 2 )); MA sebagai bentuk pendidikan menengah ( sama dengan SMA) dan MAK sebagai bentuk pendidikan menengah (sama dengan SMK/pasal 17 ayat 3).
            Pada pendidikan anak usiia dini jalur pendidikan formal sebagai bentuk Taman Kanak-kanak, terdapat bentuk Raudhatul atfhal, yaitu menyelenggarakan pendidikan agama islam, yang menanamkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi diri seperti pada Taman Kanak-kanak.
            Mengenai pendidikan keagamaan dan dalam ketentuan perundangan Sisdiknas dinyatakan berfungsi untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nikai-nilai ajaran agamanya atau menjadi ahli ilmu agama (Pasal 30 Ayat (2). Dengan memperhatikan ketentuan tentang wajib belajar yang menjadi tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat (Pasal 34 ). Walaupun pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal dan Informal baik diselenggarakan oleh pemerintah  atau kelompok masyarakat  (pasal 30 ayat 1), tapiselayaknya pendidikan keagamaan pada tingkat pendidikan menengah ( setelah wajib belajar).
Adapun bentuk pendidikan keagamaan adalah 1) Pendidikan Diniyah,2) Pesantren, dan 3) Majelis taklim sebagai salah satu nama dari jenis jenis pendidikan nonoformal (pasal 26 ayat 4). Pendidikan keagamaan dapat merupakan pendidikan dasar menengah dan tinggi (Penjelasan pasal 15 alenia 6 ) atas ketentuan-ketentuan seperti dimaksud diatas. Pendidikan Diniyah terdiri atas jenjang pendidikan Diniyah Awaliyah dan Ulya. Majelis Taklim dikembangkan sesuai dengan kekhasan dalam pengelompokannya, seperti majelis taklim anak-anak remaja, kaum ibu dan seterusnya.
Yang blum tercantum dalam tatanan sisdiknas adalah mengenai <adrasah Aliyah Keagamaan yang dulu dikenal dengan MAK dan MAPK, disarakan lembagga Tafaquh fiddinn  ini dijadikan program ilmu keislaman pada madrsah Aliyah selain program IPA, IPS dan Bahasa yang sudah ada. Untuk agama secara mandiri sebagai bentuk pendidikan keagamaan pada jenjang pendidikan tinggi.


5.        Manejemen Peningkatan Mutu Pendidikan
Sistem pendidian nasional menghendaki peningkatan mutu pendidikan dilaksanakan secara berencana dan berkala. Peningkatan mutu pendidikan tersebut didasarkan atas standar nasional yang diperguakan  sebagai acuan untuk pengembangan kurikulum, tenga pendidikan, sarana pra sarana , pengelolaan, dan pemberdayaan ( pasal 35 ayat 2 ).
Suatu perubahan yang sangat mendasar yang telah terjadi dalam manajemen pendidikan di Indonesia ialah suatu manajemen yang pada awalnya bersifat sentralistirik diubah menjadi desentralisasi dan menempatkan otonomi pendidikan pada tingkat sekolah.  Pasal 26 ayat 2 menyatakan kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip  diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan,potensi  Daerah dan peserta didik dalam satu tatanan manajemen yang berbasis sekolah/madrasah(pasal51 ayat 1 ). Sekolah bertanggung jawab peningkatan mutu pendidikan sehingga diperlukan perubahan tata nilai, baik dalam tatanan manajemen sekolah maupun sitem pembelajarannya.
Paradigma baru dalam sisdiknas memberi arti pendidikan untuk memberdayakan peserta didik menguaktualisasikan potensi siswa menjadi kompetensi yang berlangsung sepanjang hajat ( pasal 4 ayat 3 ) sehingga proses pembelajaran diercepat dan setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu. Demikian pula yang memilikikelainan fisik, mentl emosional, keterbelakangan maupun karna potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pelayanan khusus (pasal 5). Paradiigma sisdiknas berorientaasi pada standar mutu, mengharuskan pemerintah menetapkan standar nasional untuk penjaminan mutu pendidikan nasional. Pemerintah pusat atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jeenjang pendidikan (bisa termasuk madrasah )untuk dikembangkan menjadi satuan satuan pendidikan yang bertaraf Internasiional (pasal 50 ayat 3 ).
Perubahan-perubahan sisdiknas secara total mensyarakatkan adanya paradigma baru dimulai dari adanya bentuk-bentuk tatanan sejak dari pendidikan anak usia dini. Jalur informal, nonformal formal (yang berfungsi sebagai pennambah, pengganti dan pelenggkap satu dengan lainnya (pasal 26) dan pendidikan yang berbasis masyarakat, baik pada jalur formal maupun nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan moral, dan budaya untuk  untuk kepentingan masyarakat ( pasal 55).
Disini MP3A dapat berfungsi melakukan evaluasi berbasis kompetensi berdasarkan standar isi, standar proses, dan standar kopempetensi lulusan (pasal 35 ayat 1). Serata MP3A juga dapat mengambil peran-peran sebgai badan standarisasi dan sebagai badan penjamin dan badan pengendalian mutu pendidikan (pasal 35 ayat 3), disamping sebagai lembaga mandiri yang berwenang dalam dalam bentuk akuntabilitasi public sebagai halnya dewan pedidikan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provensi kab./kota (pasal 56 ayat 2 ).

6.      Penyelenggaraan Pendidikan
Penyelenggaraan pendidikan merupakan satu kesatuan sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna diselenggaran sebgai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didikyang berlangsung sepanjang hayat( pasal 4 ).
Pendidikan diselenggarakan dengan memberikan keteladanan, membangun keimanan dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran, dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung ( pasal 4 ayt 5).
Adapun pengelolaan satuan pendidikan baikpada anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelyanan minimal dengan prinsip berbasisi sekolah/madrasah(pasal 51 ayat 1 ) . pemerintah mmennentukan kebijakan kebijakan madrasah dan standar asional pendidikan untuk menjamin pendidikan nasional (pasl 50 ayat 2 ).
Selanjutnya masyarakat beehak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dam nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkunagn social, dan budaya untuk kepentingan masyarakat ( pasal 55 ayat 1 ). Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sunber daya lain secara adil dan merata dara pemerintah atau pemerintah daerah  ( pasal 55 ayat 4).
Dana pendidikan dari pemirintah dan pemrintah daerah untuk satuan pendidikan dibrikan dalam bentuk hibah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (49 ayat 3).
Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal yang didirikan wajib memperoleh izin dari pemerintah atau pemerintah dearah (pasal 62 ayat 1).
Syarat-syarat memperoleh izin meliputi isi pendidikan, jumlah kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, dan prasarana pendidikan  pemberdayaan pendidikan evaluasi serta manejemen dan pendidikan (pasal 62 ayat( 2)).
Sertifikasi kompotensi diberikan oleh penyenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompotensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompotensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi (Pasal 61 Ayat (3)).
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianaya dana guna terselenggaranya pendidikanbagi setiap warga Negara yang berusia 7-15 tahun (Pasal 11 Ayat (1) ). Sedangkan orang tua dari anak usia wajib belajar berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya ( Pasal 7(2)) dan setiap warga Negara mempunyai hak memperoleh pendidikan yang bermutuh (Pasdal 5 Ayat (1)).
Hal-hal tersebut mengingat lahan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta pradaban bangsa dan bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 


BAB  III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Sampai saat ini kita telah mempunyai 3 macam undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pertama : Dalam UU No. 4 th 1950, No 12 Th 1954 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah. Kedua : dalam undang-undang No 2 tahun  1989 tentang sistem pendidikan nasional. Ketiga : dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sikdisnas yang disahkan oah DPR RI tanggal 11 juni 2003.
Setelah UU. No. 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional, pembinaan madrasah diarahkan menjadi sekolah umum, kebijaksanaan dan strategi yang ditretapkan harus  mampu mendorong peningkatan kualitas pendidikan dan mengatasi kekurangan-kekurangan yang dihadapinya.
Paradigma Baru dalam Sisdiknas ; a. landasan filosofis pendidikan nasional, b. demokratisasi pendidikan, c. pendidikan agama, d. madrasah dan pendidikan keagamaan, e. manajemen peningkatan mutu pendidikan, f. penyelenggaraan pendidikan.

B.     Saran
Demikian makalah yang berjudul”PARADIGMA BARU PENDIDIKAN DAN KETENTUAN PERUNDANGAN DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL” tentunya  kami sebagai penulis sangat mengharapkan bahwa makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian dapat memberikan kontribusi positif bagi pembaca khususnya Mahasiswa STAIN Palopo.
Dan kami menyadari bahwa dalam makalah ini terdapat banyak kekeliruan, oleh karena itukami sangat mengharapkan saran dan kritikan guna kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar