KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis
haturkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat serta inayahnya penulis dapat
menyelesaikan penulisan makalah (Pendidikan islam dalam keluarga, lingkungan
sekolah) sebagai syarat mata kuliah pendidikan islam. Sholawat serta salam
penulis haturkan kepada Rosulullah Mohammad SAW. pembawa risalah kebenaran
sebagai petunjuk bagi sekalian manusia.
Penulis yakin atas petunjuknya pula
sehingga berbagai pihak telah berkenan memberikan bantuan, kemudahan bagi
penulis dalam penulisan makalah ini untuk itu penulis mengatakan penghargaan
yang setinggi-tingginya dan menghaturkan terimakasih yang setulus-tulusnya
kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada Bapak, selaku dosen kami yang telah memberikan arahan dan dorongan
kepada kami untuk menyelesaikan tugas makalah ini.
Semoga jasa semua pihak yang tercantum di nilai sebagai ibadah dan amal jariyah dan semoga pula makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua amin-amin yarobbal a’lamin.
Semoga jasa semua pihak yang tercantum di nilai sebagai ibadah dan amal jariyah dan semoga pula makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua amin-amin yarobbal a’lamin.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Sejarah pendidikan sama usianya
dengan sejarah manusia, dengan kata lain keberadaan pendidikan bersamaan dengan
keberadaan manusia.keduanya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain
melainkan saling melengkapi. Pendidikan tidak akan punya arti bila manusia
tidak ada didalamnya karena manusia merupakan subyek dan obyek pendidikan.
Artinya manusia tidak akan berkembang secara sempurna bila tidak ada
pendidikan.
Jika tujuan pendidikan
Barat adalah untuk menjadi warga negara yang baik, maka pendidikan Islam untuk
menjadi manusia yang baik (insan kamil). Jika target pendidikan di Barat untuk
meningkatkan ekonomi negara, maka pendidikan Islam untuk meningkatkan
kesejahteraan manusia lahir batin. Keduanya jelas beda. Pendidikan dalam Islam
bukan sarana mencari materi saja. Dimensi pendidikan Islam dapat dilihat dari
makna yang terkandung dalam istilah tarbiyah yang berarti pengasuhan,
pendidikan, ta’lim pengajaran ‘ilm, atau ta’dib yang berarti penanaman ilmu dan
adab. Masalahnya
kini umat Islam cenderung mamahami pendidikan sekolah hanya sebatas makna
ta’lim pengajaran (pengajaran ilmu). Sedangkan tarbiyah (pendidikan) dilakukan
diluar sekolah. Sepertinya ta’lim dipahami sebagai pendidikan formal dan
tarbiyah sebagai pendidikan non-formal atau informal dalam pengertian Barat.
Akhirnya ta’lim tidak berupa pengajaran ‘ilm yang mengarah pada keimanan dan
ketaqwaan dan tidak berdimensi tarbiyah. Sedangkan tarbiyah nya tidak berunsur
ta’lim.
Pendidikan Islam
tidak hanya menekankan pada aspek kognitif (ta’lim) dan meninggalkan aspek
afektif (amal dan akhlaq). Pendidikan yang terlalu intelektualistis juga
bertentangan dengan fitrah. Al-Qur’an mensyaratkan agar fikir didahului oleh
zikir (Ali Imran 191). Fikir yang tidak berdasarkan pada zikir hanya akan
menghasilkan cendekiawan yang luas ilmunya tapi tidak saleh amalnya. Ilmu saja
tanpa amal, menurut Imam al-Ghazzali adalah gila dan amal tanpa ilmu itu
sombong. Dalam pendidikan Islam keimanan harus ditanamkan dengan ilmu, ilmu
harus berdimensi iman, dan amal mesti berdasarkan ilmu. Begitulah, pendidikan
Islam yang sesuai dengan fitrahnya, yaitu pendidikan yang beradab.
Oleh karena itu kami ingin
memaparkan beberapa fungsi-fungsi pendidikan baik dalam keluarga, sekolah dan
masyarakat. ketiganya merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling melengkapi
antara satu dengan yang lain. sehingga sangat layak sekali bila kami rangkum
melalaui beberapa buku sebagai penambah pengetahuan terhadap fungsi pendidikan.
B. Rumusan
Masalah
Untuk memfokuskan makalah ini
penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
peran pendidikan islam kalau di tinjau dari aspek keluarga ?
2. Faktor apa
saja yang bisa mempengaruhi pendidikan islam dalam keluarga ?
C. Tujuan
Penulisan
Penulis makalah ini memilih beberapa
tujuan antara lain adalah :
1.
Untuk memahami pendidikan islam dalam keluarga.
2.
Agar bisa di implementasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Peran dan Fungsi Pendidikan dalam keluarga (lingkungan
rumah)
Islam dikenal sebagai agama yang dibawa oleh Nabi
Muhammad Saw. Namun Islam bukanlah hasil ijtihad atau pemikiran beliau saw.
Akan tetapi langsung berasal dari Allah SWT. Di antara agama (syariat) yang
pernah diturunkan Allah, Islam adalah yang agama terakhir yang paling sempurna seperti
firman Allah SWT:
Artinya:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Kuridhoi Islam itu menjadi agama bagimu.” (Qs. Al-Maidah [5]: 3).
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Kuridhoi Islam itu menjadi agama bagimu.” (Qs. Al-Maidah [5]: 3).
Kesempurnaan Islam ditandai antara lain dengan
ketercakupan semua aktivitas manusia di semua aspek kehidupan di dalam
aturan-aturannya, juga kemampuan Islam memecahkan semua masalah yang muncul di
dalamnya. Tidak ada satu perbuatan manusia pun yang tidak ada aturannya dalam
Islam. Di
dalam Islam telah ditetapkan bahwa setiap amal perbuatan harus terikat dengan
aturan Islam. Firman Allah SWT:
Artinya:
“Apa yang
diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu
maka tinggalkanlah.” (Qs. Al-Hasyr [59]: 7).
Dalam
hal lain, Rasulullah saw, bersabda: “Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak didasarkan pada
perintah kami, maka tertolak”.
Dengan demikian ajaran Islam sempurna dan kaum
muslimin harus mengikatkan setiap aktivitasnya dengan aturan-aturan Islam yang
sempurna, termasuk juga aktivitasnya dalam membentuk generasi mendatang yang
berkualitas.
1. Tujuan
Pendidikan Islam
Pendidikan Islam yang merupakan upaya sadar,
terstruktur, terprogram dan sistematis yang bertujuan untuk membentuk manusia sebagai
berikut:
a.
Membentuk
Kepribadian Islam (Syakhshiyyah Islamiyyah),
“Tidaklah beriman salah seorang diantara kalian, sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa-apa (dinul Islam) yang kubawa” (Hadist Arba’in An-Nawawiyyah). Kepribadian Islam merupakan konsekuensi keimanan seorang muslim dalam kehidupannya. Kepribadian Islam seseorang akan tampak pada pola pikirnya (aqliyah) dan pola sikap dan tingkah lakunya (nafsiyah) yang distandarkan pada aqidah Islam.
“Tidaklah beriman salah seorang diantara kalian, sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa-apa (dinul Islam) yang kubawa” (Hadist Arba’in An-Nawawiyyah). Kepribadian Islam merupakan konsekuensi keimanan seorang muslim dalam kehidupannya. Kepribadian Islam seseorang akan tampak pada pola pikirnya (aqliyah) dan pola sikap dan tingkah lakunya (nafsiyah) yang distandarkan pada aqidah Islam.
Pada prinsipnya terdapat tiga langkah dalam
pembentukan dan pengembangan kepribadian Islam sebagaiman yang pernah
diterapkan Rasulullah Saw.
Pertama, melakukan pengajaran aqidah dengan teknik
yang sesuai dengan karakter aqidah Islam yang merupakan aqidah aqliyyah (aqidah
yang muncul melalui proses perenungan pemikiran yang mendalam).
Kedua, mengajaknya untuk selalu bertekat
menstandarkan aqliyyah dan nafsiyyahnya pada aqidah Islam yang dimilikinya.
Ketiga, mengembangkan aqliyyah Islamnya dengan
tsaqofah Islam dan mengembangkan nafsiyyah Islamnya dengan dorongan untuk
menjadi lebih bertaqwa, lebih dekat hubungannya dengan Penciptanya, dari waktu
ke waktu.
Seseorang yang beraqliyyah Islam tidak akan mau
punya pendapat yang bertentangan dengan ajaran Islam. Semua pemikiran dan
pendapatnya selalu sesuai dengan keislamannya. Tidak pernah keluar pernyataan: “Dalam Islam memang dilarang, tetapi menurut
saya itu tergantung pada pribadi kita masing-masing”. Harusnya pendapat
yang keluar contohnya adalah “Sebagai
seorang muslim, tentu saya berpendapaat hal itu buruk, karena Islam
mengharamkannya”.
Ketika ia belum mengetahui bagaimana ketetapan Islam
atas sesuatu, maka ia belum berani berpendapat mengenai sesuatu itu. Ia segera
menambah tsaqofah Islamnya agar ia segera bisa bersikap terhadap sesuatu hal
yang beru baginya itu.
Seseorang yang bersikap dan bertingkah laku (bernafsiyyah) Islami adalah seseorang yang mampu mengendalikan semua dorongan pada dirinya agar tidak bertentangan dengan ketentuan Islam
Seseorang yang bersikap dan bertingkah laku (bernafsiyyah) Islami adalah seseorang yang mampu mengendalikan semua dorongan pada dirinya agar tidak bertentangan dengan ketentuan Islam
b.
Mengusai Tsaqofah Islam,
“Katakanlah (hai Muhammad), apakah sama orang-orang yang berpengetahuan
dengan orang-orang yang tidak berpengetahuan”. (Qs. az-Zumar [39]: 9).
Berbeda dengan ilmu pengetahuan (science), tsaqofah adalah
ilmu yang didapatkan tidak lewat eksperimen (percobaan), tetapi lewat pemberitaan,
pemberitahuan, atau pengambilan kesimpulan semata. Tsaqofah Islam adalah
tsaqofah yang muncul karena dorongan seseorang untuk terikat pada Islam dalam
kehidupannya. Seseorang yang beraqidah Islam tentu ingin menyesuaikan setiap
amalnya sesuai dengan ketetapan Allah
c. Menguasai Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (Iptek), “Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinyamalam dan siang terdapat
tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal” (Qs. Ali-Imran
[3]: 190). Mengusai
iptek dimaksudkan agar umat Islam dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah
Allah SWT dengan baik dan optimal di muka bumi ini. Lebih dari itu, Islam
bahkan menjadikannya sebagai fardlu kifayah, yaitu suatu kewajiban yang harus
dikerjakan oleh sebagian rakyat apabila ilmu-ilmu tersebut sangat dibutuhkan
umat, seperti ilmu kedokteran, rekayasa industri, dan lain-lain.
d. Memiliki Ketrampilan
Memadai, “Siapkanlah bagi mereka kekuatan dan pasukan
kuda yang kamu sanggupi” (Qs. al-Anfaal [8]: 60). Penguasaan ketrampilan yang serba material, misalnya ketrampilan
dalam industri, penerbangan dan pertukangan, juga merupakan tuntutan yang harus
dilakukan oleh umat Islam dalam rangka pelaksanaan tugasnya sebagai khalifah
Allah di muka bumi. Sebagaimana halnya iptek, Islam juga menjadikannya sebagai
fardlu kifayah. Harus ada yang menguasainya pada saat umat membutuhkannya.
Keluarga merupakan lembaga pertama
dan utama yang di kenal anak, hal ini di sebabkan karena kedua orang tua adalah
orang yang pertama di kenal anak dan diterimanya. Pendidikan, bimbingan,
perhatian, dan kasih sayang yang terjalin antara kedua orang tua dengan
anak-anaknya merupakan basis ampuh bagi pertumbuhan dan perkembangan psikis
serta nilai-nilai sosial dan religius pada diri anak didik.
Di dalam keluarga anak didik mulai
mengenal hidupnya. hal ini harus di sadari dan di mengerti oleh tiap keluarga.
bahwa anak di lahirkan di dalam lingkungan keluarga yang tumbuh dan berkembang
sampai anak melepaskan diri dari ikatan keluarga. Lembaga pendidikan keluarga
memberikan pengalaman pertama yang merupakan faktor penting dalam perkembangan
pribadi anak. suasana pendidikan keluarga ini sangat penting di perhatikan
sebab dari sinilah keseimbangan jiwa dalam perkembangan individu. Kehadiaran
anak di dunia ini di sebabkan hubungan kedua orang tua, maka mereka yang harus
bertanggung jawab terhadap anak. Kewajiban orang tua tidak hanya sekedar
memelihara eksistensinya untuk menjadikan kelak sebagai seorang pribadi tetapi
juga memberikan pendidikan anak sebagai individu yang tumbuh dan berkembang.
Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan pertama
dan terutama bagi anak. Pendidikan di keluarga bertujuan membentuk fondasi
kepribadian Islam pada anak, yang akan dikembangkan setelah anak masuk sekolah.
Seorang anak di lahirkan dalam
keadaan tidak berdaya dan dalam keadaan ketergantungan dengan orang lain tidak
mampu berbuat apa-apa bahkan tidak mampu menolong dirinya sediri ia dilahirkan
dalam keadaan suci bagaikan kertas putih yang kosong sesuai dengan sabda Nabi
Muhammad SAW, yang artinya:
“Setiap anak
dilahirkan dalam keadaan suci maka orang tuanyalah yang dapat menjadikannya
yahudi, nasrani atau majusi”. (Hr. Al-Bukhori).
Keberhasilan pendidikan anak sampai masa awal
kanak-kanak (balita) terutama ditentukan oleh pihak keluarga, karena banyak
dilakukan oleh keluarga dan dalam lingkungan keluarga. Sedangkan mulai pada
masa pertengahan kanak-kanak, anak mendapatkan pendidikan di sekolah maka
strategi pendidikan yang diterapkan Negaralah yang menentukan pencapaian tujuan
pendidikan anak sesuai yang digariskan Islam.
Selain keluarga dan negara, Dengan
demikian, hal ini tergantung kepada orang tua untuk memberikan corak warna yang
dihendaki terhadap anaknya. kenyataan tersebut menunjukkan bahwa kehidupan
seorang anak pada saat itu benar-benar tergantung pada orang tuanya. Orang tua adalah
tempat menggantungkan diri bagi anak secara wajar. Oleh karena itu, menurut
Nabi untuk terbinanya situasi keluarga sakinah yang bernuansa islami hendaklah
menjadikan kriteria agama sebagai kriteria utama.
Untuk mendukung terjalinnya proses
tersebut di perlukan keberadaan kehidupan rumah tangga yang harmonis tentram
penuh kedamaian dan kasih sayang serta suasana demokrasi yang kondusif dan
menjamin kemerdekaan individu untuk berkembang secara optimal tanpa terbinanya
susana kondusif tersebut maka proses sosialisasi yang dilakukan akan sulit
tercapai sesuai dengan yang di inginkan/dihaarapkan. Kegagalna pendidikan di
rumah tangga akan berdampak cukup besar pada proses pendidikan anak, Allah
berfirman :
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (At-Tahrim : 6).
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (At-Tahrim : 6).
1. Tanggung
Jawab Keluarga
Dasar-dasar tanggung jawab orang tua
terhadap pendidikan anaknya antara lain sebagai berikut :
a.
Adanya motivasi atau dorongan cinta kasih yang
menjiwai hubungan orang tua dan anak.
b.
Pemberian motivasi kewajiban moral sebagai konsekuensi
kedudukan orang tua terhadap keturunannya. Adanya tanggung jawab moral ini
meliputi nilai-nilai agama atau nilai-nilai spiritual. Menurut para ahli bahwa
penanaman sikap beragama baik pada masa anak-anak sekitar 3 sampai 6 tahun.
c.
Tanggung jawab sosial adalah bagian dari keluarga yang
pada gilirannya akan menjadi tanggung jawab masyarakat, bangsa dan negara. Terjalinnya
hubungan antara orang tua dengan anak adalah pertolongan kepada anak dalam
membimbing mereka agar perkembangannya menjadi sempurna sebagaimana yang
diharapkan.
d.
Memelihara dan membesarkan anak. Tanggung jawab ini
merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan karena anak memerlukan makan, minum
dan perawatan, agar ia dapat secara berkelanjutan atau di samping itu ia
bertanggung jawab dalam hal melindungi dan menjamin kesehatan anaknya baik
secara jasmaniyah maupun rohaniyah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya
lingkungan yang dapat membahayakan diri anak tersebut.
e.
Memberikan pendidikan dengan berbagai ilmu pengetahuan
dan keterempilan yang berguna bagi kehidupan anak kelak sehingga bila dewasa
akan mampu mandiri.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan tidak hanya dapat di
tempuh di sekolah-sekolah umum atau yang lainnya, namun, pendidikan juga bisa
di tempuh di luar sekolah, seperti keluarga, lingkungan atau masyarakat dan
lain sebagainya. Karena disitu terdapat peserta didik dan pendidikan yang
berupa orang tua dan anak dalam keluarga. Dari sanalah mereka terdidik dan
mendidik, hingga mereka terbentuk menjadi insan kamil di dunia dan akhirat.
Dimana mereka mendapatkan sesuatu hal yang baru, disitulah pendidikan itu
berada.
Oleh karena itu, peran orang tua
sangatlah besar bagi anak untuk membentuk karakter mereka sebagai modal awal
atau pengetahuan awal bagi setiap anak dalam melatih diri mereka untuk
mengikuti arus kehidupan sampai mereka mendapatkan pendidikan pada dunia baru
pula.
B. Saran
Bagi penanggung jawab pendidikan dan
dalam hal ini adalah pemerintah, hendaknya mulai mereformulasi sistem
pendidikan Islam dengan mengimplementasikan strategi pendidikan Islam dengan
mengedepankan pertimbangan yang terbaik bagi negara tersebut agar kualitas
peserta didik lebih baik.
Bagi para akademisi, pemerhati
pendidikan dan stake holder lainnya, agar ikut andil dan saling bekerja sama
dalam meningkatkan kualitas melalui pendidikan Islam yang dimanifestasikan,
misalnya melalui rencana pendidikan, baik berjangka panjang ataupun pendek,
tujuan pendidikan, komponen kurikulum, pelatihan tenaga kependidikan, maupun
anggaran pendidikan, sehingga spirit untuk selalu memajukan dan mengembangkan
pendidikan Islam tak akan pernah padam.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, H.M, Metodologi Pendidikan, Jakarta : CV Rajawali Pers 1985
Hasbullah, Flisafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara. 1993
Dr, Samsul Nizar M.A.Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta : 2005
Pengantar
Dasar Pemikiran Pendidikan Islam. Gaya Media Pratama. Jakarta : 2001
Prof Dr. Ramayulis, M,A, Dalam Dasar-Dasar Pendidikan Islam,
Media Permata, 2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar